TEMPO.CO, Jakarta -Ketua Asosiasi Petani Kelapa Sawit (Apkasindo) Gulat Manurung mengatakan telah menghimpun data harga tandan buah segar atau harga TBS berdasarkan sejumlah pabrik. Hasilnya, kenaikan harga sudah mulai terlihat namun belum signifikan.
"Hari ini kenaikan hanya di kisaran Rp 40-60 per kilogram TBS berbanding harga tanggal 28 Juli 2022," ujar Gulat saat dihubungi Tempo, Jumat, 29 Juli 2022.
Ia mengungkapkan seharusnya dengan harga crude palm oil atau CPO yang sudah merangkak ke angka Rp 9.825 per kilogram, harga TBS petani bisa mencapai Rp1.950 per kilogram.
Hingga saat ini, ia masih yakin penyebab rendahnya harga TBS adalah kebijakan memenuhi pasokan minyak goreng domestik (DMO) dengan harga penjualan yang ditentukan (DPO). Selain itu, menurutnya kebijakan flush-out atau FO, pungutan ekspor (PE), dan bea keluar (BK) adalah beban yang menghambat kenaikan harga sawit.
"Nah yang dihapus kan hanya PE, sementara yang lainnya tidak. Ya seperti ini jadinya," ucap Gulat.
Namun, ia berujar Apkasindo sepakat bila aturan BK tetap diterapkan. Sedangkan kebijakan DMO dan DPO menurutnya harus segera dikesampingkan oleh pemerintah. Karena ketiga beban itu menurutnya sudah tidak diperlukan lagi pada kondisi saat ini. Sedangkan aturan FO, menurutnya memang sudah seharusnya dihapus lantaran sudah berakhir masa berlakunya per akhir Juni 2022.
Menurut dia, sampai saat ini DMO, DPO dan FO selalu menjadi beban saat tender KPBN sehingga sangat menekan harga CPO di KPBN. Tetapi harga CPO tidak terlalu anjlok jika merujuk pada Permendag nomor 55 tahun 2015 tentang harga referensi CPO Kementerian Perdagangan (Kemendag).
Jika dikurangi beban-beban ekspor tadi yang jumlahnya mencapai US$488, kata Gulat, harga CPO menjadi Rp16.900 per kilogram. Kemudian harga TBS menjadi Rp 3.380 per kilogram. Sementara harga CPO di KPBN per 25 Juli 2022 hanya Rp 8.750 sampai Rp 9.105 per kilogram.
"Oleh karena itu harga CPO harus dikembalikan ke jalur pemerintah (Kemendag), masak nasib 17 juta petani di tender di KPBN?" kata dia.
Ia berharap Kementerian Perdagangan tidak ragu untuk mencabut kebijakan DMO dan DPO. Menurutnya, penghapusan DMO dan DPO tidak akan menjadikan bahan baku minyak goreng langka lantaran bersifat sementara, sampai stok CPO dalam negeri normal kembali dari 7,2 ton menjadi 3-4 juta ton.
Untuk menjamin ketersediaan minyak goreng, menurutnya pemerintah bisa memberi subsidi dari dana sawit Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS). "Jadi berapapun harga CPO dunia, harga minyak goreng sawit rakyat tetap sesuai harga eceran tertinggi (HET), clear," ucapnya.
Sebelumnya, Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan berujar akan mencabut aturan DMO apabila pengusaha mau berkomitmen memenuhi pasokan minyak goreng domestik.
"Asal ada komitmen dan pasti tidak melanggar, untuk keptingan bersama, saya pertimbangkan DMO-DPO dicabut," ujarnya di Cikarang Barat, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, Selasa, 26 Juli.
Zulkifli menekankan jika pengusaha tidak mau memenuhi pasokan minyak goreng domestik, risikonya sengkarut minyak goreng akan semakin rumit. "Kalau tidak kan nanti susah lagi, mereka susah, kita susah," ujarnya.
Ia mengaku Presiden Joko Widodo alias Jokowi sudah menegaskan padanya agar segera menaikkan TBS hingga di atas Rp 2.000 per kilogram. Karena itu, Kemendag mengubah kebijakan DMO DPO yang sebelumnya 1:5 berubah menjadi 1:7. Kuota ekspor pun dinaikan lagi apabila pengusaha membantu produksi Minyakita.
Kemudian ia juga mengubah jadwal tayang referensi harga CPO Kemendag menjadi dua minggu sekali dari sebelumnya satu bulan sekali. Sehingga, harga bea keluar pun dapat lebih selaras dengan harga CPO dunia. Ditambah, pungutan ekspor sebesar US$ 200 yang telah dihapus pemerintah.
Ia pun berjanji akan segera bertemu dengan para pengusaha kelapa sawit. "Saya usahakan untuk daring, kita akan rapat nanti diatur sekjen, asal komitmennya kuat kesepakatan gentlement agreement. Repot juga dagang minyak diatur administrasi, salah dihukum repot juga," kata dia.
Baca Juga: Ma'ruf Amin ke Petani Sawit: Pemerintah Tidak Menutup Mata
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.