TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Komersial PT Krakatau Steel (Persero) Tbk. Melati Sarnita angkat bicara soal dugaan praktik impor baja ilegal yang disampaikan Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan.
Melati menyebutkan saat ini masih banyak pelaku usaha yang melakukan praktik impor baja ilegal. Hal tersebut yang berpengaruh besar pada kinerja industri baja nasional.
"Banyak impor baja yang diindikasi dilakukan secara unfair seperti dumping dan circumvention (pengalihan pos tarif)," ujar Melati ketika dihubungi Tempo, Rabu, 27 Juli 2022.
Ketua Klaster Flat Product dari Asosiasi Besi dan Baja Indonesia (IISIA) menjelaskan, impor baja ilegal juga menimbulkan kerugian negara. Sebab, pengalihan pos tarif memungkinkan pengusaha tak perlu membayar bea masuk produk yang diimpor.
Bea masuk umum atau Most Favoured Nation (MFN) dan bea masuk trade remedies adalah dua di antara contohnya tarif yang harus dibayar. Dengan tak membayar bea masuk itu, kata Melati, potensi pendapatan negara bisa hilang.
Ia lalu mengutip data Badan Pusat Statistik (BPS) yang menunjukkan rata-rata nilai impor baja paduan dari seluruh negara untuk produk baja canai panas atau HRC, plate, CRC/S, WR, bar, section, dan coated sheet selama tahun 2016 hingga 2021 sebesar US$ 1,67 miliar per tahun.
Kalangan pengusaha memperkirakan sebanyak 90 persen dari produk impor itu masuk dengan tak membayar bea masuk lewat praktik circumvention. Dengan begitu, hitungan potensi kerugian negara bisa dihitung dengan mengalikan nilai impor US$ 1,5 miliar dengan Bea Masuk MFN sebesar 15 persen yakni US$ 225,7 juta.