Di awal 2008, kata Hotbonar, Jamsostek memiliki investasi dalam bentuk saham senilai Rp 12 triliun. Krisis finansial yang mengguncang pasar modal menyebabkan nilai saham tersebut sempat anjlok hingga Rp 7 triliun di triwulan terakhir tahun lalu. Kini, nilainya telah naik kembali ke kisaran Rp 10 triliun.
Meskipun ada selisih Rp 2 triliun, Hotbonar mengingatkan bahwa itu bukanlah kerugian riil (realized loss), karena Jamsostek tetap memegang sahamnya dan tidak melepasnya ke pasar.
Kendati pasar saham belum stabil, perusahaan pelat merah itu menyatakan akan tetap menanamkan sekitar 15 persen investasinya dalam bentuk saham. "Tapi hanya saham perusahaan unggulan alias blue chip, saja," kata dia. Di antaranya ialah saham PT Telekomunikasi Indonesia, PT Indofood Sukses Makmur, dan PT Semen Gresik (Persero).
Namun, tahun ini Jamsostek akan mengutamakan investasinya di obligasi dan deposito, yang dipandang lebih aman. "Investasi dialokasikan 50 persen berbentuk obligasi, 30 persen deposito, saham 15 persen, reksadana 3 persen, sedangkan sisanya di properti dan investasi langsung," tutur Hotbonar.
Adapun aset Jamsostek pada tahun ini diperkirakan bertambah Rp 8 triliun menjadi Rp 70 triliun. "Sekitar 97 persennya adalah dana yang bisa digunakan untuk investasi (investible fund)," ujar dia.
Baca Juga:
BUNGA MANGGIASIH