TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Mohammad Faisal menanggapi rencana pemerintah menghapus kebijakan domestic market obligation (DMO) untuk minyak sawit mentah alias CPO. Faisal mengatakan saat ini masalah utama sengkarut minyak goreng masih di level distribusi.
"Kalau kita menelusuri masalah kelangkaan minyak goreng, sebetulnya masalahnya itu ada di tingkat distribusi dari produsen sampai ke konsumen daripada permasalahan suplai," ujarnya saat dihubungi Tempo, Selasa, 26 Juli 2022.
Menurut Faisal, suplai minyak goreng ke dalam negeri memang telah meningkat dan jumlahnya masih sangat besar. Jika kewajiban DMO dihapus, konsumen pun tidak akan terdampak.
Namun, dia melihat kebijakan DMO tetap diperlukan untuk menjamin suplai CPO di sisi hulu. Lantaran distribusi minyak goreng belum lancar, DMO dianggap perlu diberlakukan dalam takaran tertentu agar kelangkaan bahan pangan tak terjadi berulang.
"Kalau saya sih sebetulnya DMO itu dibutuhkan dalam level tertentu sampai 10 hingga 20 persen," tuturnya. Dengan demikian, pengusaha tetap bisa mengekspor CPO, namun pasokan domestik terjaga.
Di sisi lain, Faisal menekankan masalah distribusi minyak goreng mendesak untuk segera atasi. Dia mengutarakan harus ada kebijakan yang dapat memberikan solusi terhadap persoalan suplai, namun tak mengabaikan aktivitas ekspor pengusaha.
"Karena sawit itu kan pasar paling besar memang ekspor," kata dia. Jika ekspor terhambat, Faisal memprediksi para pelaku usaha akan menghadapi ancaman kebangkrutan. Selain itu, petani akan terdampak karena harga tandan buah segar (TBS) sawit anjlok.
Faisal mengimbuhkan, dalam jangka panjang, pemerintah perlu melakukan intervensi untuk mengatur hulu industri kelapa sawit. Musababnya, industri kelapa sawit lebih banyak dikuasai oleh swasta dibandingkan pelat merah. Kondisi ini berbeda dengan industri bahan bakar minyak (BBM) yang dikuasai badan usaha milik negara (BUMN).
"Misalnya kan Pertamina menguasai, jadi begitu ada kebijakan yang sifatnya mendorong distribusi, ini bisa jalan. Kalau di minyak goreng kan tidak begitu," tuturnya.
Menurut Faisal, perlu ada peran yang lebih besar dari BUMN dalam industri kelapa sawit sehingga fungsi-fungsi distribusi untuk penyediaan minyak di dalam negeri bisa berjalan dengan baik. Selain itu, penyediaan harga minyak goreng terjangkau bisa dijalankan oleh perusahaan pelat merah.
Baca Juga: Terpopuler Bisnis: Citayam Fashion Week Jadi Rebutan Merek, Ekspor RI Kena Imbas BBM AS Naik
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.