TEMPO.CO, Jakarta - Peneliti Ekonomi Digital, Pusat Riset Ekonomi Makro dan Keuangan, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Nika Pranata menanggapi soal fenomena iklim bisnis perusahaan rintisan (startup) teknologi yang tengah kurang kondusif.
Ia menilai fenomena itu malah menciptakan berkah tersendiri bagi lembaga jasa keuangan (LJK) konvensional dengan bujet terbatas. Waktu yang tepat ini sebaiknya dimanfaatkan industri keuangan tersebut untuk berburu sumber daya manusia (SDM) di bidang teknologi informatika atau talenta digital.
"Beberapa waktu lalu banyak startup teknologi butuh efisiensi, sehingga melakukan PHK (pemutusan hubungan kerja) karyawan, dan tak jarang melepas sebagian talenta-talenta terbaik miliknya," kata Nika ketika dihubungi, Senin, 25 Juli 2022. "Padahal, barangkali para talenta tersebut punya kapasitas dan bakat di bidang teknologi finansial."
Ia mengaku sempat ikut terlibat dalam beberapa survei terkait ketersediaan SDM bidang teknologi informasi (IT) untuk industri jasa keuangan. Hasilnya, kata Nika, mayoritas LJK terutama perusahaan dengan bujet pas-pasan mengakui sulit mendapatkan talenta yang tepat untuk membantu menjalankan inisiatif digitalisasi.
Bukan hanya dari sisi ketidakseimbangan antara pasokan dengan kebutuhan SDM di pasaran, menurut Nika, juga karena kecenderungan para calon karyawan mengharapkan gaji tinggi. Oleh sebab itu, tak heran mayoritas pelaku industri startup yang memiliki branding sebagai tech-company, apalagi yang memiliki pemodal dari luar negeri tak akan keberatan memberikan gaji istimewa buat mereka.
"Itulah kenapa medio 3-5 tahun lalu ada fenomena saling bajak karyawan. Lembaga keuangan konvensional seperti bank kecil, multifinance, atau tekfin pinjaman online dengan modal terbatas, jelas masih kesulitan mengimbangi fenomena tersebut," ucap Nika.
Lebih jauh Nika menjelaskan, lembaga keuangan bisa mulai mengantisipasi fenomena itu dengan dua strategi. Pertama, mencari talenta IT standar secepatnya, namun pilih yang memiliki minat dan kemauan besar untuk mengasah kemampuannya di sektor teknologi finansial.
Kedua, perusahaan dapat memanfaatkan layanan pendidikan informal atau non-gelar terkait IT yang kini terbilang marak, atau akrab disebut reskilling karyawan. Dengan begitu, diharapkan karyawan non-IT dengan loyalitas tinggi bisa ikut berperan dalam transformasi digital, minimal di bidangnya masing-masing.