TEMPO.CO, Jakarta -Ketua Asosiasi Pengguna Jasa Penerbangan Indonesia (Apjapi) Alvin Lie menilai alih kelola Bandara Halim Perdanakusuma kepada swasta yaitu PT Angkasa Transportindo Selaras (PT ATS) tidak akan berdampak besar terhadap operasional bandara tersebut. Namun, perlu ada kejelasan aturannya.
"Ini hal biasa, bukan cuma di Indonesia tapi di negara-negara lain juga ada pengaturan seperti itu. Namun di Indonesia itu perlu peraturan yang lebih jelas lagi," tutur Alvin kepada Tempo pada Minggu, 24 Juli 2022.
Bandara yang sebelumnya dikelola TNI Angkatan Udara (AU) itu sempat dialihkan pengelolaannya ke salah satu Badan Usaha Milik Negara (BUMN), yaitu PT Angkasa Pura II (Persero) atau AP II. Kemudian pada 20 Juli 2022, alih kelola dilakukan kepada swasta yaitu PT Angkasa Transportindo Selaras atau PT ATS.
Alvin mengatakan ketika sebuah pangkalan udara militer difungsikan sebagai bandara komersial maka perlu diperjelas batasannya. "Di mana batasnya militer, di mana batasnya sipil dalam pengelolaannya dan operasionalnya," ucap Alvin.
Lebih jauh, menurut dia meskipun pengelolaan bandara sipil di pangkalan militer bukan sesuatu yang luar biasa, perlu ada aturan yang transparan mengenai pembagian biaya dan hasil agar tidak timpang tindih.
Ia menjelaskan, bandara internasional memiliki beberapa klasifikasi, misalnya Soekarno Hatta melayani penerbangan internasional yang reguler, terjadwal, kargo, umroh, haji, dan carter. Namun, Bandara Halim selama ini tidak melayani bandara penerbangan internasional berjadwal. Bandara Halim, kata dia, hanya melayani carter, kargo, dan sempat digunakan untuk pemberangkatan haji. Kondisi tersebut menjadikan alih kelola pada pihak swasta tidak akan berdampak besar.
"Fungsinya pun tetap sama," tuturnya.