Ia berharap inovasi seperti ini tumbuh lebih banyak lagi, serta menyuburkan inovasi yang sudah ada. Itulah yang dimaksud ekosistem media digital. Menurutnya, dari sana dapat dilihat apakah model bisnis yang ada, bisa tahan dalam waktu yang panjang. Apakah stakeholder pada ekosistem media kita sekarang menyadari pentingnya keberadaan mereka, dan bisa menjadi partner yang membantu keberlanjutan media baru. Pada sisi internal, apakah media baru ini mempunyai kapasitas manajemen yang tepat, yang bisa membantu mereka melewati fase krusial pada tahun awal pendirian.
“Kita bersyukur ada inisiatif semacam Independent Media Accelerator yang memberi dukungan pada media-media baru. Namun itu belum cukup karena kita juga harus memastikan bibit yang unggul ini bisa tumbuh pada tanah yang juga subur,“ kata Wahyu.
Menurutnya, ekosistem media yang baik, esensinya harus kembali kepada roh jurnalisme itu sendiri. “Jangan sampai jurnalisme itu tergelincir, atau diturunkan statusnya hanya sebatas konten,” katanya.
Ini penting agar mereka tetap eksis dan harus tetap bisa hadir untuk publik. Sebab fungsi jurnalisme itu, melayani kepentingan publik serta menjadi mata dan telinga publik, untuk mengawasi kegiatan negara serta menjamin akuntabilitas pemerintah.
“Jika fungsi jurnalisme itu hilang atau tergerus, maka tidak ada model bisnis yang bisa memastikan keberlangsungannya, dan yang rugi kita semua,” kata dia.
Ia pun memaparkan variabel sebuah ekosistem digital yang ideal berangkat dari fungsi dan tujuan akhir yang ingin dicapai. Salah satunya, ada kesamaan persepsi pemangku kepentingan atau stakeholder tentang signifikansi jurnalisme.
“Jadi semua stakeholder, seperti publisher, penerbit media, asosiasi jurnalis wartawannya dan publik harus memiliki persepsi yang sama, bahwa yang harus diselamatkan adalah jurnalisme yang berkualitas,” tuturnya.
Ia memberi contoh sederhana bagaimana ekosistem yang ideal itu berangkat dari persamaan persepsi. Misalnya dengan kesadaran, bahwa jurnalisme itu tidak bisa gratis. Sehingga aktivitas mencari, mengolah informasi, dan menyajikannya menjadi sebuah berita terverifikasi, terkonfirmasi dan independen, semua kegiatan itu membutuhkan biaya.
“Jika kita semua percaya itu penting, maka kita tidak boleh segan mengeluarkan uang. Maka hal itu memungkinkan model bisnis itu menjadi subur,” kata Wahyu.
Saat ini model bisnis yang paling mengemungkinkan di media adalah iklan. Jika publik dan stakeholder memiliki kesadaran, bahwa jurnalisme itu penting. Maka sumber pendapatan untuk menopang jurnalisme, tidak hanya iklan, tetapi bisa melalui langganan, membership, hibah, atau bisa juga dengan model pembelian konten oleh perusahaan teknologi digital.