TEMPO.CO, Jakarta - Pendiri Susi Air, Susi Pudjiastuti, menyatakan kenaikan harga avtur turut berimbas pada maskapai penerbangan di rute perintis. Lonjakan harga bahan bakar tersebut memaksa pihaknya menaikkan harga tiket pesawat.
Dalam hitungannya, mantan Menteri Kelautan dan Perikanan itu mencatat bahwa komponen avtur pada pesawat model propeller (baling-baling) bisa memakan porsi HPS hingga 34 persen. Keadaan makin rumit karena tingginya biaya maintenance spare part serta tantangan transportasi dan logistik ke dan dari berbagai daerah yang dilayani membuat maskapai tersebut tertekan.
"Kemarin kita sudah tidak kuat keuangannya, ya saya terpaksa tiket perintis yang Rp 250.000 saya tambah surcharge Rp 100.000," ujar Susi dalam webinar yang digelar Ahad, 17 Juli 2022. "Apa yang kita dapat? Seluruh KPA memberikan ancaman shutdown (tutup), ya saya bilang shutdown saja."
Tarif sewa haggar pesawat pun kini naik hingga dua kali lipat. Hal-hal ini, menurut Susi, yang akhirnya memaksa perusahaan menyesuaikan harga tiket pesawat dan pada gilirannya membuat banyak pihak mengeluhkan hal tersebut.
"Mau bagaimana? Di sini naik, di sana naik. Kita mau naikkan Rp 100.000 harga tiket saja, teriak dan marah semua. Kita semua sudah babak belur tapi malah dimarahi orang," ucap Susi.
Saat ini Susi Air melayani 150-200 penerbangan per hari baik dari dan ke wilayah pedalaman. Saat ini, pemerintah tengah menerapkan kebijakan tuslah atau fuel surcharge bagi maskapai menyusul adanya kenaikan harga avtur. Namun hingga kini, Kementerian Perhubungan belum memutuskan nasib kebijakan fuel surcharge yang telah diterapkan sejak April 2022 lalu.
Tak hanya Susi Air, maskapai penerbangan Lion Air juga kesulitan ketika menghadapi masalah serupa. CM Commercial Support Lion Air Group Saleh Alatas menyatakan penyesuaian harga tiket menyusul kenaikan harga avtur tidak dapat dihindari.
Selanjutnya: Avtur memakan porsi terbesar dalam biaya operasional pesawat.