TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan belasan negara kemungkinan bakal kesulitan membayar utang hingga 2023. Kondisi ini disebabkan oleh krisis yang berkelanjutan.
"Ini bukan kasus satu-dua, tapi meluas. Ini isu yang harus kita selesaikan bersama oleh menteri keuangan dan gubernur bank sentral, dan organisasi-organisasi internasional, multilateral," ujar Sri Mulyani dalam pembukaan FMCBG G20 Indonesia di Nusa Dua, Bali, Jumat, 15 Juli 2022.
Dia menyebut sekitar 60 persen negara berpenghasilan rendah (low income) pun bisa bangkrut. Setelah pandemi Covid-19, negara-negara di dunia dihadapkan dengan tantangan terganggunya rantai pasok pangan dan energi akibat kondisi geopolitik.
Menurut dia, ada tiga ancaman yang bisa menimbulkan gelojak krisis global dan berdampak pada semua negara pada masa mendtang. Tiga ancaman itu adalah perang antara Rusia dan Ukraina, kenaikan harga komoditas, dan inflasi global yang naik.
"(Tiga ancaman ini]) meningkatkan risiko utang tak hanya low income, middle income, bahkan negara penghasilan tinggi," ucapnya.
Di berbagai negara maju dan berkembang atau emerging market, kata Sri Mulyani, suku bunga mulai naik signifikan. Dia mengatakan kenaikan inflasi saat ini lebih kencang daripada kesiapan kebijakan moneter untuk mengantisipasinya.
"Akibat pandemi, kita menggunakan ruang fiskal yang berimplikasi pada meingkatnya posisi utang. Tiga ancaman ini membuat situasi jadi semakin kompleks," ucapnya.
Pekan lalu, Bank Dunia merilis laporan Global Economic Prospect yang memproyeksikan pertumbuhan ekonomi global turun dari 5,7 persen pada 2021 menjadi hanya 2,9 persen pada tahun ini. Angka itu jauh lebih rendah dari proyeksi Bank Dunia pada Januari yang sebesar 4,1 persen. Sejumlah negara berkembang juga diprediksi menghadapi kondisi inflasi tinggi berkepanjangan (stagflasi).
BISNIS
Baca juga: Seberapa Besar Kemungkinan Resesi Ekonomi Menimpa Indonesia?
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini