"Hal ini tentu tidak sesuai dengan kesepakatan dan komitmen kedua negara, karena penempatan seharusnya menggunakan one channel system," kata Ida.
Akibat penggunaan SMO itu, menurut Ida, posisi tenaga kerja Indonesia (TKI) menjadi rentan tereksploitasi. Pasalnya, hal tersebut melanggar Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia dan tidak melalui tahap pemberangkatan yang benar.
Oleh karena itu, kata Ida, Kedutaan Besar Republik Indonesia di Kuala Lumpur merekomendasikan kepada pemerintah pusat untuk menghentikan sementara waktu penempatan PMI di Malaysia. Hal ini dilakukan hingga terdapat klarifikasi dari pemerintah Malaysia termasuk komitmen untuk menutup mekanisme SMO sebagai jalur penempatan PMI.
Soal keputusan penghentian PMI sektor domestik ke Malaysia ini telah disampaikan secara resmi oleh KBRI Kuala Lumpur kepada Kementerian Sumber Daya Manusia Malaysia.
Dari hasil pemantauan KBRI Kuala Lumpur, Kementerian Sumber Daya Manusia Malaysia telah menerbitkan pernyataan media pada 13 Juli 2022 lalu bahwa akan segera dilakukan pembahasan dengan Kementerian Dalam Negeri Malaysia untuk membahas persoalan tersebut.
Ida berharap pembahasan antara kedua kementerian itu akan berjalan dengan produktif dan memberi hasil positif. Dengan begitu, kesepakatan yang tercantum dalam MoU diharapkan dapat terimplementasi dengan baik.
"Kami mengharapkan hasil positif dari pembahasan antara Kementerian Sumber Daya Manusia dan Kementerian Dalam Negeri Malaysia, sehingga apa yang telah disepakati antara Pemerintah Indonesia dan Pemerintah Malaysia dapat berjalan sebagaimana mestinya," kata Ida.
ANTARA
Baca: Jokowi Teken Inpres, Persalinan Ibu Hamil Fakir Miskin Dibiayai Negara
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.