TEMPO.CO, Jakarta - JP Morgan menyatakan saat ini pasar terjebak antara kekhawatiran atas potensi penghentian pasokan minyak dari Rusia dan kemungkinan terjadinya resesi. Dalam analisisnya, pasar akan mengantisipasi pengurangan balasan sebesar 3 juta barel (bbl) per hari dalam ekspor minyak Rusia jika benar direalisasikan dan bakal memicu kenaikan harga minyak.
"Akan mendorong harga minyak mentah Brent menjadi sekitar US$ 190 per barel," kata bank tersebut dalam sebuah catatan, Senin, 11 Juli 2022.
Sedangkan bila terjadi resesi ringan, menurut JP Morgan, akan muncul dampak pertumbuhan permintaan yang jauh lebih rendah dan membuat harga minyak mentah Brent rata-rata turun menjadi US$ 90 per barel. Sementara dalam skenario penurunan pertumbuhan yang lebih parah, harga minyak mentah bakal turun menjadi di kisaran US$ 78 per barel.
Pasar juga mempertanyakan berapa lama minyak mentah akan mengalir dari Kazakhstan melalui Konsorsium Pipa Kaspia (Caspian Pipeline Consortium-CPC). Pasokan diperkirakan terus berlanjut sejauh ini di jalur pipa itu, yang membawa sekitar 1 persen minyak global, dengan pengadilan Rusia membatalkan keputusan sebelumnya yang menangguhkan operasi di sana.
Sementara itu, Presiden Brasil Jair Bolsonaro mengatakan bahwa kesepakatan sudah dekat dengan Moskow untuk membeli minyak diesel yang jauh lebih murah dari Rusia.
Adapun harga minyak sedikit beragam pada akhir perdagangan Senin, 11 Juli 2022 waktu setempat. Pasalnya, selain menilai risiko dari sisi penawaran dan permintaan, pasar menyeimbangkan penurunan permintaan akibat Covid-19 di Cina terhadap kekhawatiran yang sedang berlangsung atas ketatnya pasokan.
Harga minyak mentah berjangka Brent untuk pengiriman September, misalnya, naik tipis 8 sen atau 0,1 persen, menjadi US$ 107,10 per barel. Sedangkan harga minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) AS turun 70 sen atau 0,7 persen, menjadi US$ 104,09 per barel.
Bervariasinya harga komoditas ini seiring dengan perkiraan bank sentral Amerika Serikat atau The Fed yang akan terus menaikkan suku bunga. Selain itu, open interest di bursa berjangka New York Mercantile Exchange (NYMEX) turun pada 7 Juli ke level terendah sejak Oktober 2015 karena investor mengurangi aset-aset berisiko.