TEMPO.CO, Jakarta - Harga minyak pada penutupan perdagangan Kamis atau Jumat pagi WIB melonjak setelah jeblok parah pada dua sesi sebelumnya. Penguatan harga komoditas itu di antaranya karena investor kembali berfokus mengamati pasokan yang ketat, meskipun ada juga kekhawatiran soal potensi resesi global.
Harga minyak mentah berjangka Brent untuk pengiriman September tercatat naik US$ 3,96 atau 3,9 persen menjadi US$ 104,65 per barel. Sedangkan harga minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) AS melejit US$ 4,2 atau 4,3 persen menjadi US$ 102,73 per barel.
Adapun perdagangan minyak mentah terpantau sangat fluktuatif. Pada terendah sesi, harga minyak jatuh sekitar US$ 2 per barel.
Sementara itu, indeks-indeks utama Wall Street dibuka lebih tinggi mengkompensasi kerugian pekan lalu. Pada minggu lalu harga minyak mentah jeblok dipicu kekhawatiran resesi dan akibat langkah bank sentral yang agresif menaikkan suku bunga untuk melawan inflasi.
Analis pasar senior di OANDA Jeffrey Halley memperkirakan harga minyak mentah masih berpeluang menguat dalam waktu dekat. "Dengan turunnya pasokan minyak Rusia seiring berjalannya tahun dan dengan sisa OPEC yang putus asa tidak berinvestasi dalam mempertahankan kapasitas produksi, saya khawatir hari-hari minyak US$ 100 akan bersama kita untuk beberapa waktu," katanya.
Sedangkan di sisi pasokan, para pedagang bersiap untuk gangguan pasokan minyak di Caspian Pipeline Consortium (CPC), yang telah diberitahu oleh pengadilan Rusia untuk menangguhkan aktivitas selama 30 hari. Ekspor melalui CPC, yang menangani sekitar satu persen pasokan minyak global, masih terjadi hingga Rabu pagi, 6 Juli 2022.