TEMPO.CO, Jakarta - Direktur PT Kereta Api Indonesia (Persero) atau PT KAI Didiek Hartantyo menyatakan Penyertaan Modal Negara atau PMN akan sangat membantu keberlangsungan proyek Kereta Cepat Jakarta–Bandung, yang ditargetkan beroperasi pada Juni 2023.
Jika PMN tidak cair pada tahun ini, kata Didiek, maka bisa berdampak pada keterlambatan penyelesaian proyek kereta cepat tersebut.
"Cashflow PT KCIC itu akan bertahan mungkin sampai dengan September. Sehingga kalau ini (PMN) belum turun, maka cost overrun yang penyelesaiannya diharapkan Juni 2023, ini akan terancam mundur," ujarnya pada Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi V DPR, Rabu, 6 Juli 2022.
DPR sebelumnya menyetujui pemberian PMN sebesar Rp 4,1 triliun. PMN akan digunakan untuk mendanai cost overrun Proyek KCJB (Kereta Cepat Jakarta–Bandung).
Pada tahun 2021, proyek patungan antara Indonesia dan Cina itu juga sudah pernah disetujui untuk mendapatkan PMN sebesar Rp 4,3 triliun sebagai setoran modal konsorsium BUMN Indonesia.
Didiek mengatakan bahwa saat ini cost overrun proyek KCJB diperkirakan mencapai US$ 1,17 miliar sampai dengan US$ 1,9 miliar (sekitar Rp 17 triliun sampai dengan Rp 28 triliun). Pembengkakan biaya itu terdiri dari untuk keperluan pembebasan lahan, Engineering Procurement Construction (EPC), financing cost, praoperasi, dan lain-lain.
Nilai pembengkakan biaya proyek kereta cepat ini sudah ditemukan oleh Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) dan nilainya mencapai US$1,176 miliar atau setara dengan Rp16,8 triliun. Hasil temuan tersebut sudah diserahkan kepada Kementerian BUMN pada Maret 2022.
Direktur Utama PT KCIC Dwiyana Slamet Riyadi menyatakan potensi biaya baru yang ditemukan setelah review BPKP berasal dari pajak transaksi pengadaan lahan dengan konsorsium BUMN PT PSBI (Pilar Sinergi BUMN Indonesia).
"Adanya proses transaksional KCIC dan PSBI memunculkan adanya potensi pajak karena perusahaan terafiliasi. Ada transaksi uang yang dipakai KCIC untuk PSBI guna pembebasan lahan," ujar Dwiyana, Jumat, 24 Juni 2022.
PSBI di sini bertindak sebagai pemohon penerbitan HPL (hak pengelolaan lahan) kepada negara untuk KCIC guna pembukaan lahan. Setelah HPL terbit, baru HGB (hak guna bangun) diterbitkan atas nama KCIC.