TEMPO.CO, Jakarta - Harga Bitcoin awal pekan ini masih berada pada tren penurunan di level US$ 19.285 atau berkisar Rp 288 juta (asumsi kurs Rp 14.941 per dolar AS). Situs coingecko.com pada hari ini, Senin, 4 Juli 2022, memperlihatkan harga aset kripto itu melemah 8,4 persen dalam seminggu terakhir.
Padahal pada November 2021, Bitcoin sempat menembus rekor tertinggi di US$ 69.045 atau sekitar Rp 1,03 miliar per keping. Artinya, harga Bitcoin hari ini sudah jeblok 72 persen dalam delapan bulan terakhir.
Menurut CEO Indodax Oscar Darmawan, penurunan harga Bitcoin adalah siklus 4 tahunan yang pernah terjadi sebelumnya. Hal itu terlihat dari hasil analisis teknikal yang dilakukannya.
Setelah Bitcoin mengalami all time high di 2013, 2017 dan 2021, menurut Oscar, akan terjadi penurunan harga yang cukup signifikan di tahun berikutnya. Hal tersebut kemudian diikuti dengan penurunan kripto lainnya.
"Kita bisa lihat bagaimana penurunan terjadi pada tahun 2014, 2018 dan sekarang di tahun," kata Oscar dikutip dari Antara, Ahad, 3 Juli 2022.
Siklus empat tahunan itu, menurut dia, sering dimanfaatkan orang untuk membeli dan mengumpulkan aset kripto. Sebab, ketika harga aset kripto yang paling banyak dipegang investor tersebut turun, harga aset kripto lain biasanya mengikuti.
Harga mayoritas kripto juga diperkirakan bakal mengikuti Bitcoin sebagai aset kripto yang memiliki kapitalisasi pasar terbesar. "Momen bearish saat ini justru adalah momen yang sering dimanfaatkan para trader jangka panjang untuk mengumpulkan portofolio kripto dengan membeli kripto yang mereka inginkan di harga yang murah," tutur Oscar.
Di Indodax, kata Oscar, ada 200 lebih jenis aset kripto dan tidak semua mengalami penurunan seperti Bitcoin. Sejumlah aset kripto lain justru naik, misalnya token derivatif.