TEMPO.CO, Jakarta -Jakarta - Presiden Joko Widodo atau Jokowi meminta adanya reintegrasi ekspor gandum Ukraina serta ekspor komoditas pangan dan pupuk Rusia dalam rantai pasok global dalam pertemuan Konferensi Tingkat Tinggi atau KTT G7 di Jerman. Kepala negara pun meminta dukungan negara G7 mengupayakan hal tersebut.
Jokowi menyebut dua cara yang bisa ditempuh, pertama yaitu membantu ekspor gandum Ukraina dapat segera berjalan. Kedua, komunikasi secara proaktif kepada publik dunia bahwa pangan dan pupuk dari Rusia tak dikenai sanksi.
“Komunikasi intensif ini perlu sekali dilakukan," kata Jokowi dalam KTT G7 Sesi II dengan topik ketahanan pangan dan kesetaraan gender, Senin, 27 Juni 2022.
Sehingga, kata Jokowi, tidak terjadi keraguan yang berkepanjangan di publik internasional. "Komunikasi intensif ini juga perlu dipertebal dengan komunikasi ke pihak-pihak terkait seperti bank, asuransi, perkapalan dan lainnya,” kata Jokowi.
Permintaan disampaikan di tengah sederet sanksi ekonomi yang dijatuhkan Eropa ke Rusia yang menggempur Ukraina sejak 24 Februari 2022 lalu. Komoditas gandum Ukraina adalah salah satu yang terdampak akibat perang yang terus berlangsung di sana.
Jokowi menyerukan agar negara G7 dan G20 bersama-sama mengatasi krisis pangan yang saat ini mengancam rakyat di negara berkembang jatuh ke jurang kelaparan dan kemiskinan ekstrim. Jokowi mengutip data World Food Programme, di mana 323 juta orang di tahun 2022 ini terancam menghadapi kerawanan pangan akut.
"G7 dan G20 memiliki tanggung jawab besar untuk atasi krisis pangan ini. Mari kita tunaikan tanggung jawab kita, sekarang, dan mulai saat ini,” kata Jokowi.
Jokowi memberi perhatian besar pada dampak perang terhadap rantai pasok pangan dan pupuk. “Khusus untuk pupuk, jika kita gagal menanganinya, maka krisis beras yang menyangkut 2 miliar manusia terutama di negara berkembang dapat terjadi,” keta eks Gubernur DKI Jakarta ini.
Sebelumnya, Menteri Luar Negeri Retno Marsudi juga telah menyoroti isu pangan saat memimpin acara Ministerial Conference on Uniting for Global Food Security yang digelar secara hybrid, pada Jumat, 24 Juni 2022. Dalam kesempatan itu, dia menyampaikan sebuah ide untuk keluar dari krisis pangan global yang diperburuk akibat perang yang terjadi di Ukraina.
Ministerial Conference on Uniting for Global Food Security merupakan pertemuan yang diinisiasi Jerman sebagai Ketua G7 pada tahun ini. Secara tatap muka, agenda itu dilangsungkan di Berlin.
Menurut Retno, ada dua langkah jangka pendek yang bisa diupayakan dalam mengakhiri krisis pangan yang makin memburuk. Pertama, penegakan hukum internasional dan solusi damai di Ukraina yang digerakkan semua pihak. Kedua, pulihkan rantai pasok pangan global.
"Dampak perang terhadap pangan dan pupuk sangat jelas. Bila kita gagal mengatasi krisis pupuk, maka akan terjadi krisis beras yang menyangkut nasib lebih dari 2 miliar penduduk dunia," katanya dalam keterangan tertulis dan diterbitkan Kementerian Luar Negeri, Senin, 27 Juni 2022.
Solusi efektif terhadap krisis pangan ini, kata Retno, menuntut dilakukannya reintegrasi produksi pangan Ukraina serta produksi pangan dan pupuk Rusia pada pasar dunia, terlepas dari perang.
“Perlu diamankan sebuah grain corridor dari Ukraina, dan dibukanya ekspor pangan serta pupuk dari Rusia. Seluruh negara harus menahan diri dari tindakan yang semakin memperburuk krisis pangan ini," ujar Retno.
Retno menyatakan, perang yang saat ini terjadi telah menghancurkan sistem pangan global yang sebelumnya sudah dilemahkan oleh pandemi dan perubahan iklim. Dampaknya juga tidak terbatas satu wilayah saja.
Lebih lanjut, Retno menjelaskan bahwa dunia perlu mengkolaborasikan tiga hal, yakni investasi untuk meningkatkan produksi pertanian, diversifikasi produksi dan impor pangan, serta dorongan untuk perdagangan produk pertanian yang inklusif. Retno pun mengingatan dunia perlu bertindak sekarang juga.
Ministerial Conference on Uniting for Global Food Security dihadiri perwakilan 25 negara. Selain Indonesia, acara itu juga dibimbing oleh Menlu Jerman, Menlu Prancis, Menlu Amerika Serikat, dan Menlu Senegal.
Konflik Rusia-Ukraina dinilai sangat berdampak pada meningkatnya ancaman krisis pangan dan energi global. Sejak Rusia menginvasi Ukraina pada akhir Februari 2022, negara-negara Afrika disebut paling terpengaruh oleh krisis yang berkembang. Harga gandum, minyak goreng, bahan bakar, dan pupuk, setelah Ukraina diserang, makin melonjak.
Rusia dan Ukraina menyumbang hampir sepertiga dari pasokan gandum global. Rusia juga merupakan pengekspor pupuk global utama dan Ukraina adalah pengekspor utama minyak jagung dan bunga matahari.
Moskow menolak tuduhan yang menyebut pihaknya sengaja memblokir ekspor gandum dari Ukraina. Moskow sebaliknya menuding kenaikan harga pangan dan bahan bakar global disebabkan sanksi Barat yang dikenakan pada Rusia setelah operasi militer.
Baca Juga: Jokowi Sebut Indonesia Butuh Dana Transisi Energi Rp 445 Triliun di KTT G7