TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Perdagangan (Mendag) Zulkifli Hasan meminta pabrik kelapa sawit membeli tandan buah segar (TBS) dengan harga paling rendah Rp 1.600 per kilogram. Permintaan itu menyikapi harga TBS anjlok di tingkat petani.
"Ya ini memang TBS itu harus kemarin kami rapatkan dengan Pak Menko (Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan. Kita minta agar pelaku usaha membeli paling rendah Rp 1.600," ujar Zulkifli seusai kunjungan di Pasar Jaya Kramat Jati, Sabtu, 25 Juni 2022.
Harga TBS di tingkat petani melorot hingga kurang Rp 300 per kilogram selama sepekan lalu. Sejumlah petani sawit merasa depresi dan menebang pohonnya sendiri.
Zulkifli meyakini harga TBS akan terkerek seumpama sistem distribusi dan penjualan minyak goreng curah rakyat (MGCR) bisa berjalan dengan cepat. Sebab, jika ekspor lancar, tangki TBS cepat kosong dan ritme produksi di pabrik menjadi lebih pendek.
"Tapi kalau ini cepat jalannya, yang Rp 14 ribu ini semua lancar, kan ekspornya lancar. Betul enggk? Artinya kalau ekspornya lancar, tankinya kosong. Kalau tankinya kosong, pabrik kan produksinya cepat. Kalau produksinya cepat pasti cari bahan. Nah, buah segarnya jadi akan naik lagi," tutur Zulkifli.
Walaupun cara tersebut lebih baik, kata dia, sistem ini membutuhkan waktu yang tidak sebentar. Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) sebelumnya mencatat harga TBS atau tandan buah segar di 22 provinsi anjlok 72 persen dibandingkan sebelum adanya larangan ekspor yang mencapai Rp 4.250.
Ketua DPP Apkasindo Gulat Manurung mengatakan pemerintah perlu bergerak cepat mengurangi beban yang menekan harga TBS tersebut.“Harapan dari para petani supaya pemerintah segera melakukan hal-hal yang sekiranya menekan harga TBS, supaya dicabut. Seperti bea keluar, pungutan ekspor, DMO, DPO, dan terakhir FO (fush-out),” ujar Gulat.
Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kemendag Oke Nurwan menyatakan kebijakan pungutan dan bea keluar bertujuan untuk memastikan pasar di dalam negeri lebih menarik daripada ekspor. "Kalau enggak, nanti ekspor semua," ujar Oke.
Ia menuturkan penurunan harga TBS terjadi karena pemerintah sempat memberlakukan larangan ekspor selama satu bulan lebih. Sehingga, kata dia, para pelaku ekspor harus berbicara kembali dengan mitra dan setelah itu, barulah harga TBS akan kembali normal.
"Karena pada saat itu tidak ada kepastian kapan ditutupnya (larangan ekspor), jadi harus berbicara lagi dengan mitranya," kata Oke.
Selain itu, menurut dia,para pelaku usaha sawit sedang kesulitan mencari kapal untuk pengiriman ekspor. Akibatnya, pelaku usaha berebut kapal dan ekspor menjadi tersendat.
"Para pelaku kan sekarang sedang kesulitan mencarikan kapal, kalau sudah itu lancar (kapal nya) nanti itu akan naik lagi (harga TBS)," tuturnya.
Oke berujar anjuran pemerintah terhadap pelaku usaha untuk membeli TBS seharga Rp 1.600 per kilogram merupakan tahapan awal. Ke depannya, ia berharap harga TBS bisa menjadi Rp 3.000 per kilogram jika proses ekspor sudah lebih cepat dan lancar.
Oke melanjutkan, pemerintah belum bisa memastikan kapan harga TBS naik. Namun ia memastikan Kementerian Perdagangan bakal mempercepat distribusi dan penjualan minyak goreng curah di lapangan.
"Karena kita targetnya kan diatas Rp 2.500. Makanya, kita melakukan percepatan ekspor. Begitu lancar, ini mulai berebut lagi TBS-nya," ucapnya.
Baca juga: Harga TBS Anjlok, Petani Sawit Banyak yang Depresi dan Tebang Pohon Milik Sendiri
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.