TEMPO.CO, Jakarta - Dewan Direktur Eksekutif Bank Dunia menyetujui dukungan keuangan untuk Pemerintah Indonesia senilai US$ 750 juta atau Rp 11,12 triliun. Direktur Bank Dunia untuk Indonesia dan Timor-Leste Satu Kahkonen mengatakan pembiayaan baru tersebut akan mendukung Indonesia mengurangi kemiskinan dan meningkatkan hasil pembangunan.
“Pandemi telah mempersempit ruang fiskal untuk belanja pembangunan Indonesia karena pendapatan negara yang rendah,” kata Satu Kahkonen, Jumat, 24 Juni.
Tak hanya menekan angka kemiskinan, dukungan diberikan untuk membantu transisi Indonesia menuju energi rendah karbon dan berkelanjutan. Adapun dukungan ini bertujuan agar Indonesia bisa meningkatkan pendapatan pajak, memperkuat sistem perpajakan menjadi lebih merata, serta memperkuat kelembagaan dalam melakukan perencanaan dan belanja pembangunan yang lebih efisien.
Menurut Satu, reformasi fiskal akan mendukung pemulihan pasca-pandemi di Tanah Air dengan menciptakan pemasukan yang lebih banyak serta mendukung perbaikan mutu belanja. Pembiayaan baru ini sejalan dengan Country Partnership Framework (CPF) World Bank untuk Indonesia 2021-2025.
Bank Dunia menyoroti penguatan daya saing dan ketahanan ekonomi serta peningkatan infrastruktur melalui pengenalan pajak karbon. Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan sejak 2019, Pemerintah Indonesia telah berfokus pada reformasi pajak dan belanja publik
“Dukungan dari Bank Dunia akan membantu memperkuat kesinambungan fiskal pemerintah Indonesia, berkontribusi pada pertumbuhan ekonomi yang luas pasca pandemi, dan membantu mengurangi kemiskinan," tutur Sri Mulyani.
Ia menambahkan, dukungan Bank Dunia dalam Indonesia Fiscal Reform Development Policy Loan akan membantu Indonesia mengatasi tantangan utama penerimaan dan belanja negara melalui dua pilar. Pilar pertama bertujuan meningkatkan penerimaan melalui peningkatan tarif pajak pertambahan nilai (PPN), khususnya individu yang berpenghasilan tinggi dan dengan merasionalkan pembebasan pajak.
Pilar ini juga akan memperkenalkan pajak karbon yang akan mendukung ekonomi rendah karbon dengan mengenakan pajak emisi dari pembangkit listrik tenaga batu bara. Mantan bos Bank Dunia ini melanjutkan, pilar kedua bertujuan meningkatkan efisiensi dan efektivitas belanja negara dengan memperkuat kapasitas pemerintah daerah dalam hal sistem transfer fiskal.
Kemudian, memperkuat hubungan antara perencanaan dan penganggaran dan bagaimana anggaran dilaksanakan. Upaya tersebut, kata Sri Mulyani, juga akan membantu Indonesia meningkatkan pendanaan untuk daerah yang lebih padat penduduknya, meningkatkan hasil belanja pembangunan, dan lebih selaras dengan prioritas pembangunan nasional.
ANTARA
Baca juga: Luhut Wajibkan Beli Minyak Goreng Curah Pakai PeduliLindungi, Ini Alasannnya
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini