Selain itu, dalam mengendalikan inflasi, Indef menyatakan diperlukan kerja sama global, di antaranya dengan pengelolaan beban utang akibat peningkatan suku bunga acuan. Langkah ini dimaksudkan untuk membantu negara-negara dengan pendapatan menengah ke bawah.
Di lain sisi, dukungan terhadap pembiayaan juga perlu dilakukan. "Mitigasi risiko capital outflow terutama di negeri-negara emerging market serta penyediaan likuiditas tambahan seperti melalui komitmen Special Drawing Rights (SDR) US$ 100 miliar sebagaimana yang akan dibahas dalam G20 International Financial Architecture Working Group (IFA WG) perlu dilakukan.
Indef juga menyoroti mendesaknya upaya menurunkan eskalasi ketegangan geopolitik di tingkat global. Hal tersebut perlu didorong agar dapat menekan peningkatan harga energi dan harga komoditas lainnya.
Sebelumnya, sejumlah lembaga internasional ini mengoreksi proyeksi pertumbuhan ekonomi global di April 2022. Selain Dana Moneter Internasional atau IMF dan Bank Dunia memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi global ke level yang lebih rendah, yaitu dari 4,1 persen menjadi 3,2 persen.
Hal tersebut lantaran melihat perkembangan inflasi yang terus meningkat di sebagian besar negara dengan kontribusi ekonomi yang besar di tingkat global. Meningkatnya harga sumber energi dan harga komoditas lainyornya sejak akhir 2021 telah memicu peningkatan inflasi global. Kondisi ini kian diperparah dengan adanya invasi Rusia ke Ukraina.
Inflasi yang tinggi, menurut Indef, menekan pertumbuhan ekonomi dan menghambat pemulihan ekonomi. "Peningkatan inflasi yang terus menerus dapat menghantam sisi konsumsi rumah tangga dengan berkurangnya nilai riil dari uang yang mereka pegang."
Peningkatan inflasi juga membuat banyak negara dapat mengalami neraca pembayaran negatif dan menghambat pertumbuhan ekonomi dan juga pemulihan ekonomi usai pandemi. Akibatnya, negara-negara berkembang dan menengah ke bawah bakal menjadi korban utama dari naiknya biaya pembiayaan ini.
Utang negara-negara berkembang dan menengah ke bawah ini diprediksi bakal semakin membengkak yang membuatnya kian rentan terhadap guncangan ekonomi. "Di sini lah mungkin isu pengurangan atau bahkan pengampunan utang bagi negara-negara berkembang ini patut kita pertimbangkan," tulis Indef.
HAMDAN CHOLIFUDIN ISMAIL | BISNIS
Baca: Sri Mulyani Beberkan Risiko yang Menghantui Perekonomian Global
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.