TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Umum Serikat Petani Indonesia atau SPI Henry Saragih hmenceritakan bagaimana harga tandan buah segar atau harga TBS sawit kian jeblok tepat sebulan larangan ekspor crude palm oil (CPO) dicabut. Harga TBS sawit di Pasamanan Barat, Sumatera Barat, misalnya, kini di level Rp 600 per kilogram.
"Ini sudah sangat luar biasa. Sawit yang jadi komoditas ekspor seperti tidak ada harganya sama sekali," ujar Henry melalui keterangan tertulis, Kamis, 23 Juni 2022.
Menurut Henry, harga TBS sawit yang diterima para petani SPI di wilayah lain juga kompak mengalami tren penurunan yang signifikan. Bahkan di Tanjung Jabung Timur, harga TBS di bawah Rp 500 per kilogram.
"Kalau aksesnya jauh dari jalan. Ini kan sudah kelewatan. Laporan hari ini ada yang sampai Rp 300 per kilogram," ujarnya.
Oleh karena itu, ia menyebutkan pemerintah harus segera mengeluarkan kebijakan responsif dan solutif karena saat ini sudah termasuk situasi darurat. "Petani sawit sudah menjerit, sudah pada titik nadir, harga TBS jauh di bawah harga impasnya. Ini artinya petani sudah sangat merugi, keterlaluan," ucap Henry.
Ia menilai terjun bebasnya harga TBS ini karena Indonesia berada di bawah cengkeraman korporasi global sawit. Pemerintah, menurut dia, harus membangun sistem persawitan di Indonesia yang tidak tergantung dari pasar internasional yang dikuasai oleh korporasi-korporasi global. Alhasil, hajat hidup petani, orang banyak, dikuasai oleh cukong-cukong transnasional perseorangan.
SPI juga meminta pemerintah melalui penegak hukum agar menindak perusahaan sawit yang membeli TBS di bawah harga pemerintah. Dengan begitu, jika ada pabrik kelapa sawit (PKS) yang membeli dengan TBS petani dengan harga rendah, dapat langsung ditindak.
"Bukan tidak memungkin agar PKS tersebut ditutup, lalu diambil alih oleh pemerintah, ini levelnya sudah level krisis," kata Henry.