TEMPO.CO, Jakarta -Partai Buruh dan organisasi serikat buruh lainnya membawa lima tuntutan dalam aksi unjuk rasa yang berlangsung di depan Gedung DPR/MPR RI, Rabu 15 Juni 2022. Salah satu tuntutan yang menjadi fokus peserta unjuk rasa adalah menolak masa kampanye Pemilihan Umum (Pemilu) yang hanya berlangsung 75 hari.
Presiden Partai Buruh, Said Iqbal mengungkapkan tindakan tersebut telah melanggar undang-undang. Sebab, masa kampanye jika merujuk pada undang-undang adalah 7 sampai 9 bulan sejak ditetapkannya Daftar Pemilih Tetap (DPT).
"Kami meminta KPU mencabut masa kampanye 75 hari karena KPU berbahaya sekali melanggar Undang-undang. Bahwa disampaikan dalam Undang-undang, masa kampanye 7 sampai 9 bulan sejak ditetapkan DPT," kata Said saat di depan Gedung DPR/MPR Senayan, Rabu 15 Juni 2022.
Said berujar bahwa KPU telah bersepakat dengan pemerintah dan DPR dalam melanggar undang-undang. Menurutnya KPU bukan berada di bawah DPR dan pemerintah yang nantinya akan menjadi peserta Pemilu.
"Kok KPU bersepakat dengan peserta Pemilu, bagaimana dengan parpol baru termasuk Partai Buruh, bagaimana dengan parpol non parlemen. Berarti KPU sudah tidak berlaku, Pemilu tidak bersih, pemilu tidak jurdil," kata Said.
Adapun empat tuntutan lainnya yakni: Tolak Revisi Undang-Undang Peraturan Pembentukan Perundang-Undangan (PPP); Tolak Omnibus Law - Undang-Undang Cipta Kerja; Sahkan Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (PPRT) dan Tolak Liberalisasi Pertanian melalui sidang WTO.
Pada unjuk rasa kali ini Said mengatakan bahwa massa buruh berasal dari kawasan Jabodetabek, Karawang, Bandung, hingga Purwakarta. Aksi ini, menurutnya juga serempak digelar di sejumlah daerah.
"Hari ini hanya awalan dari aksi-aksi yang kami organisir oleh partai buruh dan organisasi serikat buruh dan serikat petani lainnya," ungkapnya.
Baca Juga: Polisi Belum Alihkan Arus Lalu Lintas Antisipasi Demonstrasi Buruh di DPR
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.