TEMPO.CO, Jakarta -Kepala Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Muhammad Yusuf Ateh mengatakan walaupun produk lokal sudah mendominasi e-katalog nasional, Kementerian Lembaga Daerah dan Badan Usaha Milik Negara masih banyak belanja produk impor.
"Berdasarkan pengawasan BPKP, setidaknya terdapat 842 produk impor yang dibeli melalui e-katalog yang sudah ada produk lokalnya," ujar Ateh dalam Rakornas Pengawasan Intern Pemerintah 2022 di Jakarta, Selasa, 14 Juni 2021.
Sementara untuk belanja impor yang dikarenakan tidak adanya produk lokal pengganti, menurut Ateh perlu segera didorong pengembangan industri lokal terkait.
Ateh berujar, realisasi belanja produk dalam negeri oleh pemerintah baru mencapai Rp 180,72 triliun atau 45,18 persen dari target yaitu, Rp 400 triliun.
Ia mengatakan, keengganan untuk membeli produk lokal tersebut dipicu oleh harga produk lokal yang relatif lebih tinggi dibandingkan produk impor. Dari sampel pengujian BKPB, dari 853 produk impor yang dibeli, sebanyak 560 produk atau sekitar 66 persen harganya lebih murah dibandingkan produk lokal.
Ateh berujar BPKP telah mengidentifikasi adanya permasalahan pada tahap perencanaan belanja. Pemerintah kesulitan mengidentifikasi belanja yang dapat dioptimalkan untuk menyerap produk dalam negeri.
"Ketiadaan daftar rujukan yang komprehensif mengenai produk dalam negeri dengan TKDN yang baik menjadi salah satu penyebab sulitnya merencanakan belanja produk lokal," kata dia.
Menurut Ateh, pemanfaatan belanja pemerintah harus dimaksimalkan untuk menyerap produk dalam negeri sehingga dapat mengalirkan manfaat secara maksimal kepada aktifitas ekonomi dalam negeri. Hal itu, kata Ateh, memerlukan penguatan tata kelola pengendalian dan pengawasan intern yang efektif.
Baca Juga: Alasan Jokowi Perintahkan Beli Alat Mekanik Lokal yang Lebih Mahal Rp 5 Juta
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini