Baru-baru ini startup yang bergerak di bidang pendidikan, Zenius, mengumumkan PHK terhadap tenaga kerjanya yang berjumlah 200 orang. Pekerja yang tereliminasi itu mayoritas bekerja sebagai tim produksi dan tim konten.
Tak hanya Zenius, LinkAja pun melakukan PHK terhadap puluhan pekerjanya. Perusahaan dompet digital di bawah naungan badan usaha milik negara (BUMN) itu merampingkan karyawan untuk bagian teknologi informasi—menurut informasi yang dihimpun Tempo.
Direktur Eksekutif ICT Institute Heru Sutadi mengatakan selain terimpit kondisi pandemi Covid-19, banyak start up berguguran karena persaingan yang ketat. Walhasil untuk meraih pengguna, perusahan-perusahaan rintisan pun banyak membakar uang.
“Sementara, pendanaan kian ke sini juga kian sulit,” ucap Heru.
Sulitnya memperoleh pendanaan umumnya dialami oleh perusahaan layanan yang sudah melewati fase pertumbuhannya, seperti e-commerce, perusahaan pembayaran digital, dan perusahaan travel serta edukasi. Perusahaan-perusahaan tersebut digantikan dengan arah baru start up yang mengusung kecerdasan buatan, big data analytic, internet of things, dan metaverse.
“Sehingga bagi start up generasi satu yang kekurangan modal saat ini perlu efisiensi, masuk ke bursa, mencoba konsolidasi dengan pemain lain atau ya terpaksa gugur,” ucap Heru.
Heru mengatakan agar start up bisa bertahan dengan persaingan bisnis yang semakin sengit dengan mencatatkan saham perdana atau initial public offering (IPO). Syaratnya, perusahaan memiliki ekosistem pengguna yang cukup banyak dan telah cukup memperoleh pendanaan.
BISNIS | CAESAR AKBAR
Baca: Persaingan Ketat, Startup Hadapi Musim Paceklik?
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.