TEMPO.CO, Jakarta - Mantan Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Dahlan Iskan menilai pencabutan larangan ekspor CPO adalah keniscayaan.
Dalam tulisannya berjudul "Reputasi Segalanya" di laman disway.id, Sabtu, 21 Mei 2022, Dahlan menyatakan larangan ekspor CPO akan berbuntut panjang apabila diteruskan. Pasalnya, larangan ekspor CPO membuat petani sawit kecewa karena membuat harga tandan buah segar (TBS) kelapa sawit anjlok dan merugikan mereka.
Keputusan pemerintah akhirnya kembali mengizinkan ekspor CPO, menurut Dahlan, juga sudah bisa ditebak setelah Presiden Joko Widodo atau Jokowi belakangan turun ke pasar meninjau harga minyak goreng.
“Jokowi tinjau pasar. Cek minyak goreng. Dua hari lalu. Perasaan publik langsung meraba: larangan ekspor CPO pun pasti dicabut… Benar. Anda pun segera tahu. Tidak sampai 24 jam kemudian larangan ekspor CPO dicabut,” tulis Dahlan Iskan, Sabtu, 21 Mei 2022.
Ia menilai pencabutan larangan ekspor harus dilakukan meskipun harga minyak goreng di dalam negeri tak lagi bisa ditekan ke level Rp 14.000 per kilogram. "Larangan itu, kalau diterus-teruskan, buntutnya memang panjang," kata Dahlan.
Mantan Direktur Utama PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) atau PLN itu lalu memaparkan bagaimana selama ini petani sawit akhirnya memanen dan menjual produk yang ditanamnya. Ia menyebutkan buah sawit harus dipanen tiap 15 hari agar tak rontok sia-sia.
Para petani, kata Dahlan, biasanya menjual paksa sawit yang dipanen meskipun dengan harga lebih murah. Ditambah dengan kebijakan larangan ekspor CPO tersebut, harga sawit terus menurun. "Terakhir tinggal sekitar Rp 1.600/kg. Dari sebelum larangan sapu jagat yang mencapai Rp 2.400/kg," kata Dahlan.
Mutu sawit yang dipanen itu tergantung kualitas pemeliharaan dan pemupukan. Dengan kenaikan harga pupuk dan harga bahan bakar minyak, akibatnya biaya pemeliharaan sawit belakangan meroket. "Harga sekitar Rp 1.600/kg itu tidak bagus lagi," ucapnya.