Apa respons perhimpunan petani kelapa sawit?
Organisasi Petani Kelapa Sawit Indonesia yang terdiri dari tujuh perhimpunan petani kelapa sawit mengapresiasi keputusan Presiden Joko Widodo mencabut larangan ekspor CPO pada 23 Mei nanti.
Perhimpunan yang terdiri dari Serikat Petani Kelapa Sawit (SPKS), Apkasindo Perjuangan, Forum Petani Kelapa Sawit Berkelanjutan Indonesia (FORTASBI), Asosiasi Petani Kelapa Sawit Perkebunan Inti Rakyat (ASPEKPIR), Perkumpulan Forum Petani Kelapa Sawit Jaya Indonesia (POPSI), Serikat Petani Indonesia (SPI), Jaringan Petani Sawit Berkelanjutan Indonesia (Japsbi), berharap keputusan ini menjadi titik mula perbaikan tata kelola kelapa sawit di Indonesia.
“Pembukaan kembali ekspor CPO ini tentunya akan menormalkan tata niaga sawit Tandan Buah Segar (TBS) petani sawit di seluruh Indonesia, yang sempat mengalami masalah baik dari sisi harga yang turun drastis di bawah rata-rata 2 ribu rupiah per kilogram, dan juga pembatasan pembelian TBS yang di lakukan oleh beberapa perusahaan di wilayah sumatera, Kalimantan dan juga Sulawesi,” kata Ketua Umum APKASINDO Perjuangan, Alpian Arahman, dalam keterangan tertulis, 19 Mei 2022.
Sementara itu, Ketua Umum POPSI Pahala Sibuea mendukung langkah Presiden Joko Widodo untuk melakukan pembenahan regulasi di lembaga BPDPKS.
“Kami juga melihat di BPDPKS menjadi salah satu kunci untuk perbaikan pada tata kelola sawit di Indonesia, misalnya, ke depannya, BPDPKS harus fokus mendukung kelembagan-kelembagan petani sawit di seluruh Indonesia,” kata Pahala Sibuea.
Pahala Sibuea juga menyingung selama ini BPDPKS banyak dimanfaatkan untuk kepentingan konglomerat biodiesel. Ia mengatakan hal ini bisa dilihat dari dana BPDPKS Rp 137,283 triliun yang dipungut sejak 2015 – 2021. Mayoritas sekitar 80,16 persen dana itu, katanya, hanya untuk subsidi biodiesel yang dimiliki oleh konglomerat sawit.
“Sementara petani sawit hanya mendapat sebesar 4,8 persen melalui program Peremajaan Sawit Rakyat (PSR),” paparnya.