TEMPO.CO, Jakarta - Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) menemukan Rp 35 triliun dari 530 laporan transaksi investasi bodong. Namun demikian, dari jumlah tersebut, rekening yang bisa diblokir hanya sebanyak 3 persen.
"Yang bisa diblokir hanya Rp 600 miliar,” kata Kepala PPATK Ivan Yustiavandana, Senin, 18 April 2022.
Ivan menurutkan meski transaksi bisa diidentifikasi, kemungkinan uang untuk kembali sangat kecil. Pasalnya, uang korban investasi bodong biasanya langsung digunakan untuk membeli barang atau sesuatu yang bisa menyamarkan hasil kejahatan.
“Uangnya dijadikan Ferrari, jam tangan mewah, dan segala macam. Bukan dijadikan angkot lalu jalan-jalan menghasilkan tiap hari lalu menghasilkan revenue,” katanya.
Ivan menuturkan bahwa kasus binary option dan sejenisnya sejatinya bukan kejadian baru. Proses pencucian uang hasil tindak pidana tersebut hanya pengulangan dari modus dan motif masa lalu.
Dia mencontohkan pada 1993 ada Bre-X Minerals, yakni kasus perusahaan asal Kanada yang menyebut menemukan tambang emas. Padahal kenyataannya tidak ada.
Walaupun sekarang negara sudah punya instansi yang mencegah investasi bodong, hal tersebut masih terjadi. Ada saja warga yang kena tipu dengan iming-iming keuntungan tinggi. “Presiden mengatakan clear bahwa ini [teknologi finansial] harus diseriusi. Kemudian kami masuk ke green financial crime yang tidak kalah seriusnya,” ungkap Ivan.
BISNIS
Baca: Ganjar Tanggapi Soal Crazy Rich Grobogan Keluarkan Rp 2,8 M untuk Perbaiki Jalan
Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.