Sejak didirikan, bisnis Paytren tak lepas dari kontroversi. Berikut beberapa di antaranya:
1. Fintech Syariah Pertama
Pada akhir Juli 2017, Ketua Majelis Ulama Indonesia atau MUI, Ma'ruf Amin saat itu memastikan soal legalitas investasi syariah Paytren ditetapkan oleh OJK. MUI tidak tahu bagaimana status legalitas Paytren secara kelembagaan dalam regulasi.
"Jadi bisa saja sesuai syariah, tapi tidak legal. Bisa sebaliknya, legal tapi tidak sesuai syariah," kata Ma'ruf.
Berikutnya, pada awal Agustus tahun 2017, MUI menyerahkan sertifikat syariah ke Paytren setelah melalui proses seleksi yang ketat. Dengan begitu, aplikasi pembayaran ini tercatat sebagai yang aplikasi pembayaran syariah pertama di Indonesia.
2. Dibekukan BI karena Masalah Perizinan
Dalam perjalanannya, Paytren sempat menghadapi persoalan perizinan pada tahun 2017. Gubernur Bank Indonesia Agus Martowardojo saat itu tegas menyebutkan, Paytren jika ingin menjalankan bisnis uang elektronik untuk transaksi antar institusi atau on us dan menghimpun dana hingga di atas Rp 1 miliar, tetap harus minta izin.
"Kecuali tidak ada penghimpunan dana besar dan hanya dipakai kalangan sendiri," kata Agus Marto pada 7 Oktober 2017 silam. Dengan menghimpun dana masyarakat besar, BI harus mengkaji standar operasi dan tata kelola manajemen risiko pun harus baik dan sudah sesuai peraturan bank sentral.
Bank Indonesia lalu membekukan bisnis uang elektronik Paytren, tapi untuk bisnis untuk perusahaan e-commerce masih diizinkan melakukan transaksi. Untuk transaksi juga bisa menggunakan tunai, debit, atau yang lainnya.
Saat itu Yusuf Mansur bersikap kooperatif dan berinisiatif mendatangi Bank Indonesia dalam mengurus perizinan tersebut. Dia pun juga pernah mengklarifikasi terhadap tudingan miring terhadap Paytren.