TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Utama PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) atau PLN Darmawan Prasodjo memaparkan bagaimana BUMN yang dipimpinnya tersebut pernah mengalami defisit listrik selama 75 tahun sebelum tahun 2020. Hal itu disampaikannya dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Komisi VI DPR, hari ini, Senin, 28 Maret 2022.
"Lama PLN 75 tahun tumbuh berkembang tapi tidak ada direktur niaga, penyebabnya apa? Karena PLN selama itu defisit," kata Darmawan.
Ia menjelaskan, penjualan listrik dilakukan secara masif ketika pasokan masih defisit membuat beban yang cukup besar bagi PLN. "Jadi jualan listrik itu beban, listrik dari mana? Kalau tambah jualan listrik, nanti justru padam. Makanya tidak ada direktur niaga," ujarnya.
Barulah pada tahun 2020, menurut Darmawan, PLN mengangkat Bob Saril sebagai Direktur Niaga dan Manajemen. Pasalnya, pada tahun itu penjualan listrik sudah mulai mengalami surplus. Sepanjang tahun 2020-2021 perusahaan setrum negara itu akhirnya membukukan kinerja positif.
Lebih jauh Darnawab memaparkan, PLN dapat mengurangi susut jaringan listrik atau electricity losses sejak tahun 2017 hingga 2021. Rinciannya adalah 9,72 persen pada 2017, 9,51 persen pada 2018, 9,32 persen pada 2019, 9,15 persen pada 2020, dan 8,59 persen pada 2021.
"Durasi gangguan sebelumnya 1.000 menit per pelanggan, kami berhasil turunkan menjadi hanya 600 menit per pelanggan," kata Darmawan.
Berikutnya, PLN membukukan total penjualan listrik sebesar 243 terawatt jam (TWh) pada tahun 2020. Angka itu lebih tinggi dari target awal yang hanya sebesar 238 TWh hingga 239 TWh.
Sedangkan penjualan listrik PLN naik menjadi 257 TWh pada 2021. Realisasi penjualan listrik itu melampaui target semula yang sebesar 249 TWh.