TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Nicke Widyawati menduga telah terjadi kebocoran stok bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi jenis solar ke industri besar seperti tambang dan kelapa sawit. Kebocoran ini menyebabkan pasokan langka.
“Kami melihat antrean (kendaraan) ini justru ada industri besar sawit dan tambang. Ini yang perlu kami perhatikan,” ujar Nicke dalam rapat dengar pendapat bersama Komisi VI DPR, Senin, 28 Maret 2022.
Nicke menuturkan porsi distribusi solar bersubsidi dari total keseluruhan penjualan solar Pertamina mencapai 93 persen. Sesuai Peraturan Presiden Nomor 117 Tahun 2021, subsidi diperuntukkan bagi usaha kecil dan tidak mengakomodasi industri-industri besar, layaknya tambang dan kelapa sawit.
Indikasi bocornya BBM solar terlihat dari berbagai temuan di lapangan. Salah satunya, Pertamina mendata penjualan solar non-subsidi turun—padahal aktivitas industri meningkat setelah pandemi Covid-19. Sedangkan pada saat yang sama, jumlah konsumsi solar bersubsidi naik.
Menyitir data perusahaan, sampai Februari 2022, Pertamina mengalami over kuota penyaluran solar bersubsidi sebesar 227.580 kiloliter atau 10 persen dari angka total distribusi yang seharusnya. Realisasi penyaluran pasokan tercatat sebanyak 2,49 juta kiloliter.
Masalahnya, over kuota penyaluran tersebut tidak ditunjang dengan peningkatan suplai. Malahan, suplai Pertamina untuk BBM bersubsidi tahun ini lebih rendah 5 persen ketimbang tahun lalu. Walhasil, masalah kelangkaan menjadi tak terelakkan.
“Gap inilah yang menjadi masalah. Karena itu kami pun memohon dukungan jika memang solar subsidi ini bisa meningkatkan pertumbuhan ekonomi, kuota perlu disesuaikan,” ucap Nicke.