Arifin mengatakan, biodiesel sebagai alternatif bahan bakar fosil yang dapat diandalkan telah menjadi peran strategis, sebab diklaim memiliki pengaruh positif di berbagai aspek. Biofuel yang dihasilkan pun dari sumber terbarukan, memberikan nilai tambah melalui hilirisasi industri pertanian dalam negeri, dan menstabilkan harga Crude Palm Oil (CPO).
Kemudian meningkatkan kesejahteraan petani kecil, menghasilkan lebih sedikit emisi gas rumah kaca daripada bahan bakar fosil, mengurangi bahan bakar impor, serta menghemat devisa negara dan neraca perdagangan. Lalu menyedian kesempatan kerja dan ketahanan energi.
“Kami percaya bahwa kebutuhan biodiesel berbasis kelapa sawit sangat besar, pasarnya besar dan akan terus tumbuh,” tuturnya.
Arifin menyampaikan, pembangunan tersebut jangan sampai berbenturan dengan pangan, pakan, dan pupuk. Serta menghindari pembukaan lahan secara besar-besaran yang mengakibatkan kerusakan lingkungan.
“Diperlukan cara-cara baru yang inovatif yang bertujuan untuk meningkatkan efisiensi proses produksi, menghasilkan bahan bakar yang berkualitas dengan harga yang terjangkau, meningkatkan daya dukung lingkungan, dan lebih mensejahterakan petani,” tuturnya.
Sebagaimana diketahui, Kebijakan Energi Nasional Indonesia menetapkan ambisi untuk mengubah bauran energi dengan memprioritaskan sumber daya energi baru dan terbarukan. Kebijakan itu menargetkan sumber energi baru dan terbarukan berkontribusi sekitar 23 persen dari total bauran energi primer pada 2025.
Pada 2021, pangsa energi terbarukan telah mencapai 11,7 persen dari total bauran energi dan biodiesel berkontribusi sekitar 35 persen.
Baca Juga: Bertemu Petani Sawit, Jokowi Bahas Strategi Atasi Kelangkaan Minyak Goreng