TEMPO.CO, Jakarta -Ketua Pengurus Harian YLKI Tulus Abadi mengatakan bahwa KRL Yogya-Solo memiliki kontribusi yang signifikan untuk mewujudkan proses dekarbonisasi. Menurutnya, KRL Yogya-Solo adalah transportasi masal berbasis rel yang berguna dalam mewujudkan efisiensi bertransportasi.
“Seperti kenyamanan, kecepatan, mengurai kemacetan, dan mengurangi laka lantas,” kata Tulus dalam acara Diskusi Publik Refleksi Dan Eksplorasi Satu Tahun Layanan KRL Yogya-Solo Bersama Komunitas secara daring, Senin, 7 Maret 2022.
Tulus mengatakan sebagai instrumen mengurangi kendaraan pribadi, KRL Yogya-Solo turut mengurangi penggunaan bahan bakar minyak yang memicu polusi dan produksi karbon atau emisi.
Oleh karena itu, KRL Yogya-Solo sebagai angkutan massal menjadi wujud konkrit dalam upaya program dekarbonisasi yang sejalan dengan program pemerintah dan isu global. “Bahan bakar kita masih banyak yang premium, masih banyak yang pertalite. Jangan lupa, pertalite itu bukan bahan bakar yang ramah lingkungan,” kata Tulus.
Selain peran KRL terhadap dekarbonisasi, Tulus turut menyinggung masalah integrasi pelayanan KRL. Menurutnya, sebagai angkutan publik masal, pelayanan KRL tidak bisa bersifat tunggal, tetapi harus terintegrasi dari hulu ke hilir; dari pra perjalanan, selama perjalanan, dan pascaperjalanan.
“Saat pra perjalanan dan pascaperjalanan, dari bisnis proses, pemerintah kota atau pemerintah daerah turut bertanggung jawab,” katanya.
Dia mencontohkan tanggung jawab yang bisa dilakukan Pemerintah Kota atau Pemerintah Daerah seperti menyediakan akses transportasi pengumpan.
Dari sisi keandalan pelayanan, Tulus mengatakan manajemen PT KCI bertanggung jawab untuk mewujudkan keandalan berbasis product knowledge, bisnis proses, infrastruktur, dan sumber daya manusia dalam upaya meningkatkan pelayanan.
“Tapi upaya ini tidak akan optimal kalau tidak di-endorse oleh regulator,” katanya.
Terkait mewujudkan pelayanan beyond of SPM, Tulus Abadi memaparkan bahwa pelayanan KRL harus mampu mewujudkan pelayanan yang melebihi SPM atau beyond of SPM lantaran ketatnya persaingan dengan kendaraan pribadi.
“Contoh inovasi yang inovatif, misalnya management LRT Palembang menggunakan jurus Edutrip kepada anak-anak TK. Bekerja sama dengan Dinas Pendidikan,” ucapnya.
Untuk mewujudkan pelayanan beyond of SPM, Tulus mengatakan tidak hanya rekayasa teknis, rekayasa sosial sangat diperlukan. “Diperlukan gimmick marketing yang lain untuk terus mempromosikan KRL Yogya-Solo,” katanya.
Baca Juga: Menteri Budi Karya Akan Kembangkan Proyek KRL di Berbagai Kota