TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Utama Badan Pelaksana Otorita Labuan Bajo Flores (BPOLBF) Shana Fatina menanggapi kritik Emil Salim tentang pengembangan pariwisata di Bowosie, Nusa Tenggara Timur. Shana menyebut pembangunan wisata ini sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 32 Tahun 2018 tentang Kawasan Wisata Labuan Bajo.
“BPOLBF telah berkoordinasi dengan para ahli untuk memanfaatkan dan juga menjalankan peraturan presiden ini dengan prinsip pembangunan berkelanjutan sehingga kelestarian lingkungan terjaga dan dampaknya bisa dirasakan warga lokal,” ujar Shana saat dihubungi pada Kamis, 3 Maret 2022.
Area Hutan Bowosie seluas 400 hektare akan terdampak proyek pariwisata super prioritas Labuan Bajo dan sekitarnya. Pengembangan kawasan hutan tersebut terbagi menjadi empat zona yang mencakup cultural district, adventure district, wildlife district, dan leisure district.
Zona budaya dikembangkan di lahan seluas 26 hektare dan 88,73 hektare. Zona ini terbagi atas dua area. Selanjutnya zona santai akan dikembangkan di lahan seluas 20,49 hektare dan 42,32 hektare. Sementara itu zona alam akan mencakup 89,25 hektare dan zona petualangan 132,43 hektare.
Pengembangan kawasan Hutan Bowosie akan berjalan mulai Maret 2022. Proyek ini diawali dengan pembangunan dan penataan sarana-prasarana pariwisata.
Shana menjelaskan, dalam pengembangan kawasan otorita, BPOLBF melakukan studi hidrogeologi terpadu dan analisis dampak lingkungan. Badan Otorita, kata dia, menjamin kelestarian mata air di kawasan terdampak proyek tetap terjaga.