TEMPO.CO, Bogor - Kenaikan harga elpiji nonsubsidi per Ahad pekan lalu tak hanya membuat pembeli kelabakan, tapi juga pedagang. Salah satu pedagang bernama Ricky Pratama kerap dibombardir pertanyaan oleh para pelanggan yang datang ke kiosnya.
Rata-rata mereka mempertanyakan alasan kenaikan harga elpiji. Apalagi kenaikan harga gas cair itu terbilang lumayan tinggi. Di kios yang berlokasi di daerah Parung Panjang, Kabupaten Bogor, itu elpiji nonsubsidi ukuran 12 kilogram dijual di harga Rp 206.000 per tabung.
Harga elpiji tabung biru itu melampaui harga eceran tertinggi (HET) yang ditetapkan agen daerah yakni Rp 15.500 per kilogram. Bila merujuk aturan HET itu, elpiji nonsubsidi ukuran 12 kilogram dibanderol Rp 186.000 per tabung.
Ricky menjelaskan ia terpaksa menaikkan harga elpiji tersebut mengikuti yang ditetapkan agen sebelumnya. Dia tidak bisa berbuat bila akhirnya banyak pelanggannya beralih membeli gas subsidi ukuran 3 kilogram. Saat ini harga elpiji bersubsidi masih stabil di kisaran Rp 23.000-24.000 per tabung.
"Cuma sultan yang bisa beli (gas nonsubsidi), para pelanggan juga mengeluh," ujar Ricky pada Tempo, Selasa, 1 Maret 2022. Sejak Ahad pekan lalu, dari catatannya terlihat mayoritas atau sekitar 70 persen pelanggan gas nonsubsidi beralih ke gas subsidi berwarna hijau melon.
Lebih jauh, Ricky menjelaskan kenaikan harga diberlakukan untuk elpiji nonsubsidi seperti Bright Gas berukuran 5,5 kg. "Bright gas juga naik, sekarang harganya Rp 95.000 dari sebelumnya paling mahal sekitar Rp 81.000-an," katanya.
Sebelum PT Pertamina Patra Niaga, Sub Holding Commercial & Trading menaikkan harga elpiji nonsubsidi pada pekan lalu, gas masing-masing untuk ukuran 5,5 kilogram dan 12 kilogram dijual dengan harga Rp 75.000 dan Rp 155.000 per tabung.