Sistem ini tetap mempertahankan aliran sungai selama 24 jam, hanya menggunakan bendungan atau tanggul berukuran cukup kecil sebagai penahan atau gerbang air. "Kita hanya pinjam, air sungainya kita diversi sedikit ke sekitar sisi sungai, kita terjunkan ke turbin, kemudian kembalikan lagi pada sistem sungai," ujar Darmawan.
PLTA Poso menyumbang sekitar 10,69 persen dari total bauran energi baru terbarukan atau EBT sistem kelistrikan Sulawesi Bagian Selatan. PLTA Poso menjadi salah satu proyek dengan kapasitas besar, menjadi peaker dan follower di sistem kelistrikan Sulawesi.
Pembangkit ini juga mampu menurunkan biaya produksi listrik sehingga menjadi bukti pengembangan EBT makin kompetitif. Pembangkit ramah lingkungan ini telah terinterkoneksi dengan saluran transmisi 275 kV ke Provinsi Sulawesi Selatan.
Tak hanya itu, PLTA Poso juga telah tersambung dengan saluran transmisi 150 kV dari pembangkit ke Kota Palu, Sulawesi Tengah.
Adapun PLTA Malea yang berkapasitas 90 MW berada di Tana Roraja, Sulawesi Selatan. Pembangkit ini dikembangkan oleh PT Malea Energy, anak usaha PT Bukaka Teknik Utama yang juga milik Kalla Group. Pengoperasian dua pembangkit ini telah meningkatkan bauran EBT di Pulau Sulawesi mencapai 38,8 persen.
Dewan Penasehat Kalla Grup, Jusuf Kalla menyebut pengerjaan PLTA ini menyerap hingga 2.000 tenaga kerja. Sebanyak 80 persen dari pekerja ini berasal dari warga lokal. "Hanya chief engineer saja yang datang, yang punya pengalaman. Sisanya semuanya dikerjakan oleh anak bangsa. Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN)-nya juga besar," kata pria yang akrab disapa JK tersebut.
Ia menjelaskan kebutuhan biaya untuk membangun kedua PLTA berkapasitas total 605 MW ini mencapai US$ 1,2 miliar atau Rp 17,1 triliun (asumsi kurs Rp 14.300 per dolar AS). Angka ini umumnya dua kali lipat dari PLTU.
Jusuf Kalla mengakui bahwa dibutuhkan nilai investasi yang besar di awal untuk mengembangkan EBT dengan PLTA. "Hanya saja, secara operasionalnya ke depan jauh lebih murah. Sedangkan jika PLTU, investasi di depannya memang murah namun ongkos operasionalnya mahal."
BISNIS
Baca: Harga Minyak Dunia Melorot ke USD 94,12 Usai Capai Rekor Tertinggi, Kenapa?
Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.