TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah pusat akan menyetor dana sekitar Rp 900 miliar ke Badan Penyelenggara Jaminan Sosial atau BPJS Ketenagakerjaan pada tahun ini untuk program Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP).
Hal tersebut disampaikan oleh Direktur Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan Isa Rachmatarwata pada konferensi pers APBN Kita, Selasa, 22 Februari 2022.
Isa menjelaskan, Kementerian Keuangan yang dipimpin oleh Sri Mulyani sebelumnya telah menyetorkan dana awal Rp 6 triliun ke BPJS Ketenagakerjaan. Dana awal adalah salah satu dari dua kontribusi pemerintah terhadap program JKP. Kontribusi kedua adalah dana yang disetor tiap tahun.
Dana awal menjadi modal BPJS Ketenagakerjaan untuk memulai program JKP dan membayar klaim. Adapun, kontribusi tahunan merupakan porsi kewajiban pemerintah terhadap program JKP.
Adapun aturan soal pembayaran kewajiban pemerintah berupa kontribusi tahunan itu tercantum dalam Peraturan Pemerintah (PP) 37/2021 tentang Penyelenggaraan Program JKP. Aturan itu menyebutkan pemerintah pusat membayar kontribusi 0,22 persen dari upah sebulan peserta BPJS Ketenagakerjaan.
"Kontribusi pemerintah pada 2021 sekitar Rp 825 miliar. Tahun ini diperkirakan sekitar Rp 900 miliar," kata Isa.
Dalam pelaksanaannya, BPJS Ketenagakerjaan tidak memungut iuran untuk program JKP, karena iuran tersebut berasal dari sebagian dana program Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) dan Jaminan Kematian (JKm). Oleh sebab itu, pemberi kerja maupun pekerja tidak membayar iuran tambahan untuk program JKP.
Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara menambahkan, BPJS Ketenagakerjaan mengelola dana awal bersama porsi iuran dari pemerintah, serta komponen iuran dari pemberi kerja dan peserta lainnya, agar dana JKP dapat terus bergulir. Dana ini yang membuat pembayaran klaim bisa berjalan mulai Februari 2022.
Program JKP ditujukan untuk melindungi pekerja yang mengalami kehilangan pekerjaan, di antaranya karena pemutusan hubungan kerja atau PHK. Dengan begitu, mereka tidak perlu mencairkan dana Jaminan Hari Tua (JHT).