Jahja menjelaskan, efisiensi LCS nampak dari perbedaan mekanisme perdagangan ekspor dan impor. Dengan cara lama, importir dan eksportir harus mengonversi mata uang ke dolar Amerika Serikat (AS). Dengan begitu, harga jual dan beli yang berlaku menggunakan kurs dolar AS.
Sebagai contoh, saat membeli barang dari luar negeri, importir Indonesia akan membayar dengan mengonversi rupiah ke dolar AS. Begitu pun ketika uang itu dikirimkan ke negara lain, maka dolar AS akan kembali dikonversi ke mata uang lokal negara tujuan.
“Itu berarti ada dua kali pricing yang harus ditanggung kedua belah pihak," ujar Jahja. "Dengan straight forward, rupiah bisa langsung ke renminbi, ke baht, dan ke ringgit, itu hanya sekali konversi. Dan itu salah satu bentuk efisiensi."
Tak hanya itu, kata Jahja, implementasi LCS bisa memangkas waktu pengiriman uang. Artinya tercipta efisiensi serta efektivitas dalam perdagangan global dan investasi. “Global trade dan investment kalau bisa lebih efisien dan efektif tentu ini akan cepat transaksinya, lebih marak, dan lebih bermanfaat,” ucapnya.
Jahja menyebutkan bahwa bank dengan kode saham BBCA yang dipimpinnya itu adalah salah satu bank yang dipercaya oleh BI untuk menjalankan skema pembayaran LCS antara Indonesia-Cina sejak 13 Desember 2021.
Local currency settlement dijalankan untuk mengurangi ketergantungan pada penggunaan mata uang dolar AS, baik dalam transaksi perdagangan barang dan jasa, investasi maupun transfer valas untuk kebutuhan personal.
BISNIS | ANTARA
Baca: Gerai Retail Milik Chairul Tanjung Digugat PKPU Lagi, Kali Ini oleh Wika Gedung
Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.