Untuk dua tahun ke depan, Moody's memproyeksikan rata-rata pertumbuhan ekonomi Indonesia akan kembali kepada level sebelum pandemi yaitu mencapai lima persen, lebih tinggi dibandingkan negara-negara lain yang berada pada peringkat Baa, yaitu 3,7 persen.
Perkiraan peningkatan pertumbuhan ekonomi tersebut juga didukung oleh berbagai reformasi struktural yang telah ditempuh pemerintah, seperti UU Cipta Kerja dan UU HPP, yang diarahkan untuk perbaikan iklim investasi dan peningkatan penerimaan pemerintah.
Dari sisi fiskal, Moody's memperkirakan beban utang pemerintah masih akan meningkat ke level 42,5 persen dari produk domestik bruto (PDB) pada 2023, namun masih jauh lebih rendah dibandingkan negara-negara lain yang berada pada peringkat Baa ,yaitu 64 persen dari PDB.
Kendati demikian, kemampuan membayar utang pemerintah serta porsi pinjaman dalam mata uang asing diperkirakan masih memberikan risiko terhadap kondisi fiskal.
Menurut Moody's, strategi normalisasi kebijakan moneter dan fiskal yang ditempuh BI dan pemerintah merupakan dasar terjaganya kredibilitas kebijakan, salah satunya dukungan BI dalam pembiayaan defisit fiskal yang membantu terjaganya stabilitas pasar surat berharga pemerintah, sekaligus memberikan ruang alokasi anggaran untuk belanja pemerintah yang lebih produktif.
Meski begitu, Moody's memberikan penekanan bahwa normalisasi kebijakan yang dilakukan dengan tepat waktu sangat penting sifatnya untuk menjaga kredibilitas kebijakan.
Sebelumnya lembaga tersebut mempertahankan Sovereign Credit Rating Indonesia pada Baa2 dengan outlook Stabil pada 10 Februari 2020.
BACA: Bank Indonesia: Nilai Transaksi Uang Elektronik Tumbuh 66,65 Persen pada Januari
Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.