Manajemen juga menargetkan PT Indonesia Batu Prima Energi (IBPE) dan PT Arthaco Prima Energi (APE) untuk memulai produksi batu bara dalam tahun ini. Berikutnya, PT Energi Inti Bara Pratama (EIBP), PT Sriwijaya Energi Persada (SEP), PT Titan Prawira Sriwijaya (TPS), PT Primaraya Energi (PE), dan PT Putra Mandiri Coal (PUMCO) yang sedang disiapkan untuk beroperasi dalam satu atau dua tahun dari sekarang.
“Tujuh IUP dengan luas 64.191 hektare ini memiliki estimasi total sumber daya sebesar lebih dari 1,4 miliar MT,” ucap Hary Tanoe.
Adapun produksi BSPC dan PMC pada tahun 2021 sudah mencapai 2,5 juta metrik ton dan menghasilkan pendapatan sekitar US$ 74,8 juta dengan EBITDA US$ 33 juta. Per September tahun lalu, BCR mencatatkan pendapatan US$ 44,1 juta dengan EBITDA senilai US$ 20,4 juta.
Dengan asumsi akuisisi BCR oleh IATA efektif per Januari 2021, laporan IATA untuk September 2021 akan menghasilkan pendapatan US$ 51,4 juta dengan EBITDA sebesar US$ 20,4 juta.
Hary memaparkan bahwa laporan asumsi laba rugi tersebut akan jauh lebih baik lagi untuk periode tahunan 2021 dan akuisisi BCR bakal sangat bermanfaat bagi IATA. "Akuisisi BCR menjadi lebih menarik karena sembilan IUP milik BCR yang telah disebutkan sebelumnya akan diakuisisi dengan nilai US$ 140 juta, 23 persen lebih rendah dari valuasi BSPC dan PMC,” tuturnya.
Pada tahun 2022 ini, kata Hary Tanoe, BCR telah memperoleh izin meningkatkan produksi hingga 8 juta metrik ton. Dengan estimasi harga batu bara terus menguat dan target produksi tersebut tercapai, ia yakin kinerja keuangan IATA tahun 2022 akan sangat baik, dengan ekspektasi peningkatan pendapatan hingga tiga kali lipat dari 2021, atau berbalik dari kondisi merugi sejak tahun 2008.
BISNIS
Baca: Lepas Sebagian Sahamnya di Induk Indomaret, Grup Salim Peroleh Rp 639,13 Miliar
Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.