TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Eksekutif Energy Watch Mamit Setiawan memperkirakan PT Pertamina (Persero) bakal harus merugi akibat menjual bahan bakar minyak atau BBM jenis Pertalite dan Pertamax dengan harga yang berlaku saat ini.
“Sangat merugikan bagi Pertamina jika melihat harga jual Pertalite maupun Pertamax saat ini," kata Mamit ketika dihubungi, Senin, 7 Februari 2022.
Pasalnya, dengan tren harga minyak mentah dunia yang terus melonjak tapi tak diikuti dengan kenaikan harga BBM nonsubsidi itu di dalam negeri, ada selisih harga yang harus ditanggung oleh BUMN migas tersebut.
Dalam hitungannya, kata Mamit, perusahaan pelat merah itu setidaknya harus menanggung kerugian sekitar Rp 4.350 per liter dari penjualan BBM jenis Pertalite yang dijual seharga Rp 7.650 di stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU).
Sebagai gambaran, ia menjelaskan, meroketnya harga minyak mentah dunia telah berdampak pada keekonomian harga BBM. Indonesian Crude Price (ICP) per Januari 2022 telah mencapai US$ 85,89 per barel, atau jauh di atas asumsi yang ditetapkan dalam APBN sebesar US$ 63 per barel.
Teranyar, harga minyak dunia sempat melonjak ke level tertinggi dalam tujuh tahun pada akhir perdagangan Jumat pekan lalu. Seperti dilansir Antara, minyak mentah berjangka Brent untuk pengiriman Maret naik US$ 2,16 atau 2,4 persen, menjadi menetap di US$ 93,27per barel.
Sepanjang tahun 2021, kata Mamit, Pertamina harus menanggung selisih Rp 2.500 – 3.000 per liter untuk jenis BBM Pertalite dan Pertamax. "Bisa dihitung berapa potensi kerugian yang diperoleh Pertamina sepanjang 2021,” ucapnya.
Sebagai BBM yang masuk ke dalam kategori nonsubsidi, menurut dia, seharusnya Pertalite dan Pertamax dijual dengan harga sesuai keekonomiannya. Namun pemerintah sepertinya enggan menaikkan harga kedua jenis BBM itu agar masyarakat tidak resah.
Bila pemerintah tak kunjung menaikkan harga jual BBM nonsubsidi itu, menurut Mamit, pemerintah harus memberikan kompensasi kepada Pertamina. "Terutama untuk produk Pertalite, karena saat ini Pertalite menguasai 47 persen dari total konsumsi BBM secara nasional."