TEMPO.CO, Jakarta - Harga minyak meroket hingga mencapai rekor tertinggi dalam tujuh tahun terakhir pada akhir perdagangan Jumat (Sabtu pagi WIB). Kenaikan harga komoditas ini memperpanjang reli ke minggu ke tujuh, di tengah kekhawatiran yang sedang berlangsung tentang gangguan pasokan yang dipicu oleh cuaca dingin AS dan gejolak politik yang sedang berlangsung di antara produsen utama dunia.
Harga minyak mentah berjangka jenis Brent untuk pengiriman Maret tercatat naik 2,4 persen atau US$ 2,16 menjadi US$ 93,27 per barel. Sebelumnya, harga minyak tersebut sempat menyentuh level tertinggi sejak Oktober 2014 di US$ 93,7 per barel. Selama pekan ini, harga minyak Brent naik 2,3 persen.
Adapun harga minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) AS naik US$ 2,04 atau 2,3 persen menjadi US$ 92,31 per barel. Harga komoditas ini sebelumnya mencapai US$ 93,17, tertinggi sejak September 2014. Adapun harga minyak WTI melonjak 6,3 persen dalam reli terpanjang sejak Oktober.
Melejitnya harga minyak tersebut dipercepat dalam dua hari terakhir karena pembeli terus menambah pesanan ke dalam kontrak minyak mentah, dipicu ekspektasi bahwa pemasok dunia akan terus kesulitan untuk memenuhi permintaan.
Harga minyak mentah yang telah reli sekitar 20 persen sepanjang tahun ini diperkirakan bakal melampaui level US$ 100 per barel karena permintaan global yang kuat, kata ahli strategi pasar minggu ini.
Dengan prediksi bullish itu, para pengelola uang menaikkan posisi beli bersih minyak mentah berjangka AS dan posisi opsi dalam seminggu hingga 1 Februari sebesar 6.616 kontrak menjadi 304.013 kontrak. Hal tersebut disampaikan oleh Komisi Perdagangan Berjangka Komoditas AS (CFTC).
Adapun Citi Research memperkirakan pasar minyak akan berubah menjadi surplus segera setelah kuartal berikutnya, mengerem reli. "Lonjakan menuju minyak mentah US$ 100 tidak boleh dikesampingkan dalam jangka pendek, tetapi risiko penurunan berlimpah, termasuk kemunduran Omicron pada permintaan, kekhawatiran pertumbuhan ekonomi dan koreksi pasar keuangan karena bank sentral memerangi inflasi," kata Bjørnar Tonhaugen, kepala pasar minyak Rystad Energy.
Adanya badai musim dingin yang membawa kondisi es di Amerika Serikat, khususnya di Texas, juga memicu kekhawatiran pasokan karena dingin yang ekstrem dapat menyebabkan produksi ditutup sementara. Hal ini mirip dengan apa yang terjadi di negara bagian itu setahun lalu.