TEMPO.CO, Jakarta -Ketua Tim Komunikasi Ibu Kota Negara (IKN), Sidik Pramono, mengatakan pemerintah menghormati permohonan uji formil Undang-undang IKN yang dilayangkan sekelompok masyarakat kepada Mahkamah Konstitusi. Pemerintah masih akan mempelajari petitum gugatan terhadap Undang-undang IKN yang dilayangkan kelompok masyarakat.
“Jika ada elemen masyarakat berpandangan lain dan hendak memohonkan pengujian ke Mahkamah Konstitusi, silakan saja dan kami menghargai penggunaan hak tersebut,” kata Sidik saat dihubungi pada Kamis, 3 Februari 2022.
Sidik menyebut pemerintah bakal menyiapkan argumen yang perlu disampaikan dalam proses hukum. Meski demikian, Sidik mengklaim dalam menyusun rancangan undang-undang, pemerintah telah memenuhi proses yang konstitusional.
“Pemerintah dan DPR, bersama juga DPD, telah membahas UU IKN sesuai dengan ketentuan perundang-undangan, baik proses maupun substansinya,” kata Sidik.
Sejumlah orang yang menamakan diri Poros Nasional Kedaulatan Negara menggugat Undang-Undang tentang Ibu Kota Negara ke MK. Berdasarkan dokumen di situs MK, gugatan diajukan pada 2 Februari 2022.
“Mengajukan permohonan pengajuan formil Undang-Undang Nomor … Tahun 2022 Tentang Ibukota Negara,” berikut nukilan dokumen tersebut.
Para penggugat berjumlah 12 orang. Mereka adalah mantan penasihat Komisi Pemberantasan Korupsi Abdullah Hehamahua, eks anggota DPD DKI Jakarta Marwan Batubara dan eks Danjen Kopassus Mayor Jenderal Purnawirawan Soenarko.
Para penggugat memberi sejumlah alasan menggugat aturan tersebut. Di antaranya, mereka menganggap UU IKN bertentangan dengan asas-asas pembentukan peraturan perundang-undangan.
Mereka juga menganggap UU IKN bertentangan dengan asas kesesuaian antara jenis, hierarki dan materi muatan. UU IKN dalam pembentukannya, dianggap tidak benar-benar memperhatikan materi muatan, karena banyak mendelegasikan materi yang berkaitan dengan IKN dalam peraturan pelaksana.
Selain itu, mereka menilai UU IKN bertentangan dapat dilaksanakan. Pembentukan UU IKN dianggap tidak memperhitungkan efektivitas peraturan perundangan dalam masyarakat. Mereka menyatakan kebijakan pemindahan ibu kota tidak mempertimbangkan kondisi nasional dan global yang sedang menghadapi pandemi Covid-19.
FRANCISCA CHRISTY ROSANA | ROSSENO AJI
Baca Juga: Staf Ahli Sri Mulyani: Tak Lebih dari 30 Persen ASN di Jakarta Pindah ke IKN
Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.