TEMPO.CO, Jakarta - Indonesia kembali membawa isu cross border data flow atau arus data lintas negara dalam pertemuan Digital Economy Working Group (DEWG), bagian dari agenda di bawah Presidensi G20. Juru bicara Kementerian Komunikasi dan Informatika, Dedy Permadi, mengatakan isu ini sudah diangkat Indonesia sejak Presidensi G20 Arab Saudi pada 2019.
"Kalau ini disepakati, maka G20 bisa memiliki kesamaan dan pemahaman terkait tata kelola data," kata Dedy dalam diskusi di Jakarta, Rabu, 26 Januari 2022.
Indonesia, menurut dia, menilai kesamaan pemahaman ini sangat dibutuhkan untuk menghadapi situasi hari ini. Ia mencontohkan penggunaan platform digital seperti media sosial yang membuat terjadinya aliran data lintas negara.
"Bagaimana kita mengatur tata kelola data yang mengalir ini, ini kan harus dibicarakan dan disepakati," kata dia. Sebab pada 2025 nanti, kata dia, diperkirakan data yang beredar di seluruh dunia bisa mencapai 453 miliar GigaByte (GB) per hari.
Empat Prinsip
Maka dalam rangkaian pertemuan G20 ini, Indonesia menawarkan empat prinsip tata kelola data lintas negara kepada negara lain. Keempatnya yaitu lawfulness, fairness, transparency, dan reciprocity.
Dedy mencontohkan prinsip lawfulness yang ditawarkan Indonesia. Berdasarkan prinsip ini, Indonesia ingin negara anggota G20 menghormati dan merujuk pada regulasi yang ada terkait data secara nasional maupun regulasi, maupun saling bekerja sama untuk pengaturan.
Contohnya di Indonesia, ada regulasi mengenai Rancangan UU Perlindungan Data Pribadi yang sedang dipercepat pembahasannya. "Ataupun regulasi lain yang kita punya," kata dia.