Roy mengatakan sebagian minyak goreng yang telah berada di distributor saat kebijakan pertama kali diimplementasikan memiliki harga keekonomian yang berbeda dengan yang telah ditetapkan pemerintah, mengingat terdapat minyak goreng kemasan premium.
"Simulasinya untuk reimburse ke BPDPKS sudah jelas, sore ada kepastian refactie ditanggung pemerintah dengan adanya surat edaran. Kami pikir selesai, tetapi pasokan terkendala," kata Roy.
Dia memperkirakan dari total distributor dan produsen yang berkomitmen menyediakan minyak goreng seharga Rp 14 ribu per liter, hanya sekitar sepertiga yang masih memasok secara normal. Sebagian besar memilih untuk menghentikan sementara pasokan.
"Malah ada yang menarik stok premium dari gerai yang sudah dijual Rp 14 ribu per liter. Mereka tarik semua premium dan akan memasok ke kemasan sederhana. Kami percaya saja, tetapi ternyata tidak ada kabar sampai sekarang," kata dia.
Porsi perdagangan minyak goreng di retail modern sendiri cenderung lebih kecil daripada pasar tradisional atau eceran secara umum. Roy mengatakan dari 250 juta liter yang dibutuhkan setiap bulan, sekitar 10 persen atau 25 juta liter ada di retail modern.
Dia berharap pemerintah bisa mengurai permasalahan ini, terlebih dengan kebijakan perluasan kanal penjualan minyak goreng subsidi di pasar tradisional yang direncanakan dimulai pada Rabu, 26 Januari 2022.
Dengan demikian, pasokan minyak goreng ke konsumen akhir tetap terjaga terlepas dari kanal distribusinya. "Titik kritisnya sekarang ada di pasokan dan bagaimana implementasi di pasar tradisional. Jika di ritel modern masih terkendala, di pasar bisa lebih rumit lagi," katanya.
BISNIS
Baca juga: Larang Lembaga Jasa Keuangan Pakai Aset Kripto, OJK Tak Lakukan Pengawasan
Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.