Direktur Komersial Krakatau Steel Melati Sarnita mengatakan, sebelumnya dalam data BPS terjadi kenaikan impor baja sebesar 23 persen yang semula 3,9 juta ton di tahun 2022. Kemudian meningkat 4,8 juta ton di tahun 2021.
Direktur Eksekutif Research Oriented Development Analysis (RODA) Institute Ahmad Rijal Ilyas, mengatakan perbandingan data baja jangan melihat data tahun 2020.
“Kalau menggunakan data ini pada saat itu semua industri terpuruk, artinya kalau tidak boleh naik terhadap tahun 2020 sama saja tidak ingin industri baja ini tumbuh karena yang diimpor adalah bahan baku,” ujar Ahmad.
Menurutnya, program pemerintah bisa dirasakan manfaatnya oleh pelaku usaha, antara lain pengendalian impor, program subsitusi impor. Itu termasuk penurunan nilai impor untuk beberapa produk baja, peningkatan penggunaan produk dalam negeri (P3DN), penerapan SNI wajib yang bertujuan melindungi konsumen dalam negeri dari produk baja tidak berkualitas.
Selain itu juga pemberian insentif untuk mendorong peningkatan investasi di sektor industri logam.“Diharapkan dengan program-program tersebut terus ditingkatkan untuk dapat mendorong kinerja industri baja pada periode selanjutnya,” ujar Ahmad.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pada kuartal III tahun 2021 industri logam dengan HS 72-73 mampu tumbuh di atas 9,82 persen. Keadaan ini didukung juga ekspor produk baja hingga November 2021 mencapai US$ 19,6 miliar dan mengalami surplus sebesar US$ 6,1 miliar.
Baca Juga: Mendag Perkirakan Surplus Neraca Perdagangan 2021 Capai USD 37 Miliar
Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.