Adapun penggunaan Bitcoin sebagai alat tukar, bukan hanya belum disahkan negara, tetapi juga tidak memiliki otoritas resmi yang bertanggung jawab atasnya. Hal ini belum berbicara tentang perlindungan terhadap konsumen pengguna aset kripto.
Oleh karena itu, Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah menyebut terdapat kemudaratan dalam mata uang kripto.
Alasan NU mengeluarkan fatwa haram
Sebelumnya, pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jawa Timur mengeluarkan fatwa bahwa penggunaan cryptocurrency atau mata uang digital yang dijamin dengan kriptografi sebagai alat transaksi adalah haram. Hal tersebut diputuskan dalam diskusi atau bahtsul masail yang digelar pada 24 Oktober 2021 lalu.
Dalam kegiatan yang juga menghadirkan utusan dari Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) dan beberapa pesantren se-Jawa Timur tersebut memutuskan bahwa hukum penggunaan aset kripto sebagai alat transaksi haram. Pasalnya, hal tersebut bakal menimbulkan sejumlah kemungkinan yang bisa menghilangkan legalitas transaksi.
“Para peserta bahtsul masail memiliki pandangan bahwa meskipun crypto telah diakui oleh pemerintah sebagai bahan komoditi, tetap tidak bisa dilegalkan secara syariat,” kata Kiai Azizi Chasbullah, selaku mushahih, seperti dikutip dari situs NU Jatim, Kamis, 28 Oktober 2021.
3 Alasan MUI haramkan kripto
Berikutnya, hasil Ijtima Ulama Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) pada awal November 2021 lalu juga mengharamkan penggunaan kripto sebagai mata uang dan tidak sah diperdagangkan.
Ketua Komisi Fatwa MUI Asrorun Niam Soleh dalam konferensi pers hasil ijtima Komisi Fatwa MUI yang dipantau secara daring di Jakarta, Kamis, mengatakan terdapat tiga diktum hukum yang menerangkan bahwa kripto diharamkan sebagai mata uang.
Niam mengatakan hasil musyawarah ulama menetapkan bahwa penggunaan cryptocurrency sebagai mata uang hukumnya haram karena mengandung gharar dan dharar dan bertentangan dengan Undang-Undang nomor 7 tahun 2011 dan Peraturan Bank Indonesia nomor 17 tahun 2015.
Selanjutnya, kripto sebagai komoditi atau aset digital, menurut MUI, juga tidak sah diperjualbelikan karena mengandung gharar, dharar, qimar.
BISNIS | ANTARA
Baca: Cerita Konsumen Kecele Tak Temukan Minyak Goreng Rp 14.000 di Jalan Ciapus Bogor
Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.