Selain disrupsi pasokan dan potensi stagflasi, kata dia, setidaknya terdapat tiga risiko penting lainnya yang mewarnai perekonomian global pada tahun 2022 dan 2023, yakni pengurangan pembelian aset (tapering) bank sentral AS, Federal Reserve; tapering di Eropa dan Inggris; serta perubahan kebijakan China.
Maka dari itu, dirinya mengatakan dalam menjaga pemulihan ekonomi, kehati-hatian sangat diperlukan karena perlu mempertimbangkan kondisi global, selain melihat keadaan domestik.
"Di dalam negeri pun sektor dan wilayahnya berbeda-beda pemulihannya, contohnya Bali yang sangat dalam efek COVID-19-nya karena sangat bergantung pada pariwisata. Begitu pula dengan sektor transportasi, hotel, dan restoran yang sangat rentan," kata Menkeu Sri Mulyani.
BACA: Sri Mulyani Kritik Lagi Dana Pemda Rp 113,38 Triliun Menganggur di Bank