TEMPO.CO, Jakarta -Nilai tukar rupiah ditutup melemah 12 poin menjadi 14.324 per dolar AS pada Selasa, 18 Januari 2022. Sebelumnya sempat menguat 25 poin pada angka 14.336 pada perdagangan Senin lalu.
Sedangkan untuk perdagangan besok, mata uang rupiah kemungkinan dibuka berfluktuatif namun ditutup melemah di rentang Rp 14.320 - Rp 14.380,” kata Direktur PT TRFX Garuda Berjangka Ibrahim Assuaibi dalam siaran persnya.
Ibrahim menjelaskan, dari sisi eksternal investor saat ini menunggu keputusan kebijakan Federal Reserve AS yang akan diturunkan pada 26 Januari. Bank sentral sudah mengindikasi bahwa mereka bisa menaikkan suku bunga pada Maret 2022 untuk menahan laju inflasi yang tinggi.
Lalu menurutnya di Asia Pasifik, Bank of Japan mempertahankan suku bunganya tidak berubah pada -0,10% karena mengeluarkan keputusan kebijakannya pada hari sebelumnya. Dari pantauan Ibrahim ke Kawasan lain, People's Bank of China (PBOC) memicu ekspektasi pelonggaran moneter lebih lanjut setelah menurunkan suku bunga pinjaman kebijakan satu tahun sebesar 10 basis poin menjadi 2,85% pada hari Senin.
“Itu juga memangkas suku bunga pada perjanjian pembelian kembali terbalik tujuh hari menjadi 2,1 persen dari 2,2 persen,” kata Ibrahim.
Tidak hanya itu, Ibrahim mengamati Pergerakan PBOC sangat kontras dengan serangkaian kenaikan suku bunga yang diharapkan secara luas dari The Fed dalam 2022.
“Bank sentral di Indonesia, Malaysia, Norwegia, Turki, dan Ukraina juga akan menjatuhkan keputusan kebijakan masing-masing pada Kamis,” lanjutnya menganalisa.
Menurut Ibrahim, laporan Organisasi Buruh Internasional melihat pasar kerja global akan butuh waktu lebih lama untuk pulih dari perkiraan sebelumnya. Pengangguran diatur tetap di atas level sebelum pandemi Covid-19 sampai setidaknya tahun 2023 karena belum ada kepastian terkait perjalanan dan waktu pandemi.
Dilihat dari aktivitas perdagangan dalam negeri, Ibrahim melihat Neraca Perdagangan Indonesia (NPI) pada 2021 mengalami surplus sebesar 35,34 miliar dolar AS. “Ini artinya sepanjang 2021, tak sekalipun neraca perdagangan Indonesia defisit. Kalau dibanding tahun 2020, 2019, bahkan 2016, neraca perdagangan tahun 2021 adalah yang paling tinggi dalam 5 tahun terakhir,” ujarnya.