Membengkaknya biaya itu juga disumbang oleh biaya pendanaan atau financing cost. Keterlambatan proyek menyebabkan beban keuangan berupa bunga selama konstruksi membengkak. Di samping itu, biaya head office dan pra-operasi pun melar.
Kenaikan biaya EPC diestimasikan sebesar US$ 0,6 miliar sampai dengan US$ 1,2 miliar, kenaikan biaya pembebasan lahan sekitar US$ 0,3 miliar, kenaikan biaya head office dan pra-operasi US$ 0,2 miliar, kenaikan biaya pendanaan US$ 0,2 miliar, dan kenaikan biaya lainnya US$ 0,05 miliar.
Dengan demikian, estimasi cost overrun ini adalah sekitar US$ 1,4 miliar sampai US$ 1,9 miliar atau sekitar Rp 27,17 triliun, dari rencana awal US$ 6,07 miliar. Dari pembengkakan biaya itu, pihak Indonesia yang terdiri dari konsorsium perusahaan BUMN, diperkirakan harus menanggung Rp 4,1 triliun.
Dwiyana mengatakan besar angka pasti pembengkakan biaya proyek itu masih dihitung oleh BPKP. Namun, ia menjelaskan bahwa cost overrun yang terjadi di proyek kereta encang itu bukan saja karena data historis, tapi juga dihitung dari biaya yang berpotensi terjadi.
"Karena kita hitung sampai terakhir proyek selesai. Jadi saat BPKP review, kami masih melakukan kajian-kajian. Jadi nanti secara paralel KCIC akan hitung kembali cost overrun yang bisa kita turunkan bersamaan BPKP lakukan review," ujar Dwiyana lebih jauh menjelaskan soal biaya proyek kereta cepat Jakarta-Bandung tersebut.
Baca: Penjelasan Lengkap Prudential Usai Kantornya Digeruduk 16 Nasabah Unit Link
Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.