TEMPO.CO, Purwakarta - Direktur Utama PT Kereta Cepat Indonesia China alais KCIC, Dwiyana Slamet Riyadi, meyakini perkara tanah lempung atau clay shale dalam sejumlah pekerjaan terowongan kereta cepat Jakarta-Bandung tak menambah bengkak biaya proyek tersebut.
"Ini sebenarnya sudah kami masukkan ke dalam kalkulasi cost overrun karena ini menjadi bagian dari unforeseen (tak terduga). Jadi sudah kami masukkan. Jadi kami harapkan tidak ada perubahan terhadap cost overrun," ujar Dwiyana di lokasi pekerjaan Terowongan 2 Proyek Kereta Cepat Jakarta - Bandung, Purwakarta, Senin, 17 Januari 2022.
Pada pertengahan 2021, biaya investasi kereta cepat KCIC membengkak sekitar Rp 27,17 triliun. Manajemen saat itu menjelaskan penyebab utama cost overrun adalah konstruksi atau EPC dan pembebasan lahan. Pembebasan lahan untuk proyek sepur cepat sulit lantaran jalur yang dilalui sangat luas dan melewati daerah komersial.
Bengkaknya biaya itu juga disumbang oleh biaya pendanaan atau financing cost. Keterlambatan proyek menyebabkan beban keuangan berupa bunga selama konstruksi membengkak. Di samping itu, biaya head office dan pra-operasi pun melar.
Kenaikan biaya EPC diestimasikan sebesar US$ 0,6 miliar sampai dengan US$ 1,2 miliar, kenaikan biaya pembebasan lahan sekitar US$ 0,3 miliar, kenaikan biaya head office dan pra-operasi US$ 0,2 miliar, kenaikan biaya pendanaan US$ 0,2 miliar, dan kenaikan biaya lainnya US$ 0,05 miliar.
Dengan demikian, estimasi cost overrun ini adalah sekitar US$ 1,4 miliar sampai US$ 1,9 miliar atau sekitar Rp 27,17 triliun, dari rencana awal US$ 6,07 miliar. Dari pembengkakan biaya itu, pihak Indonesia yang terdiri dari konsorsium perusahaan BUMN, diperkirakan harus menanggung Rp 4,1 triliun.
Dwiyana mengatakan besar angka pasti pembengkakan biaya proyek itu masih dihitung oleh BPKP. Namun, ia menjelaskan bahwa cost overrun yang terjadi di proyek kereta encang itu bukan saja karena data historis, tapi juga dihitung dari biaya yang berpotensi terjadi.