Lalu, pengaruh lain datang dari pengumuman pertumbuhan ekonomi yang baru saja dirilis Cina. Pendapatan Domestik Bruto atau PDB Cina dilaporkan tumbuh 4 persen (year-on-year) dan 1,6 (quartal-to-quartal) pada kuartal keempat 2021.
Masih dari Cina, pengaruh juga datang dari kebijakan Bank Rakyat China yang secara mengejutkan juga memangkas biaya pinjaman untuk pinjaman jangka menengah. "Untuk pertama kalinya sejak April 2020," kata Ibrahim.
Sementara dari sisi internal, pengaruh datang dari aktivitas pasar yang terus memantau memantau perkembangan Program Pengungkapan Sukarela (PPS) atau Tax Amnesty Jilid II yang sedang berlangsung mulai 1 Januari 2022 sampai 30 Juni 2022 mendatang. Berdasarkan data Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan (Kemenkeu), kata Ibrahim, harta bersih yang dilaporkan mencapai Rp 2,33 triliun sampai 13 Januari 2022 atau hampir 2 minggu sejak program ini dijalankan.
Lalu, pengaruh lain datang dari proyeksi pemerintah terhadap perekonomian tahun depan yang bisa tumbuh 5,2 sampai 5,8 persen apabila pandemi Covid-19 dapat dikendalikan. Proyeksi ini lebih tinggi dari International Monetary Fund (IMF) yang memperkirakan pertumbuhan ekonomi di tahun 2022 hanya 5,2 persen.
Menurut Ibrahim, ada tiga tantangan yang dihadapi semua negara pada tahun 2022 yang akan mengganjal pertumbuhan ekonomi. Pertama yaitu fenomena inflasi dunia yang mengalami kenaikan karena pasokan. Kedua, permintaan yang terdistrupsi serta krisis energi. Lalu ketiga, ketidakpastian pasar dalam menyikapi kebijakan The Fed.
BACA: Rupiah Ditutup Melemah Tipis, Tertekan Sinyal Kenaikan Suku Bunga The Fed