TEMPO.CO, Jakarta – Sebelum nama Sultan Gustaf AL Ghozali alias Ghozali Everyday naik daun, banyak pelaku seni rupa dan visual di Indonesia yang sudah lebih dulu menjual karyanya dalam produk non-fungible token (NFT). Adam Prireza yang hobi menggambar desain visual dan animasi, adalah salah satu yang sudah duluan mencicipi cuan NFT.
Adam yang juga jurnalis Tempo ini mulai rajin menjual karyanya di platform marketplace Hicetnunc.art tiga bulan lalu. Bermodal dua koin Tezos, kini dia sudah menghimpun 102 koin setelah melakukan minting terhadap 16 karyanya.
Minting adalah upaya untuk mengubah karya digital menjadi koleksi kripto atau aset digital di blockchain. “Saya menjual karya yang biasa saya bikin. Saya tidak tahu jenisnya apa, tapi lebih ke surreal,” kata Adam dalam pesan tertulis pada Jumat petang, 14 Januari 2022.
Untuk memasarkan gambarnya, Adam tak langsung fasih. Diawali mengobrol bersama rekan sehobi, ia mulai belajar cara menjual karya NFT melihat platform-platform yang sesuai dan melakukan riset-riset kecil untuk mengetahui cara memperoleh keuntungan.
Memutuskan memilih platform Hicetnunc.art, Adam pun memasukkan karya pertamanya ke situs penjualan NFT yang menggunakan koin kripto jenis Tezos sebagai alat transaksinya. Di platform itu, Adam lebih dulu menentukan harga jual dan menuliskan jumlah edisi yang akan dia keluarkan.
Setiap kali minting karya, dia harus membayar fee atau biaya unggah. Setelah proses minting selesai, Adam akan mempromosikan karyanya lewat Twitter. Inilah salah satu proses terpenting dalam menjual gambar NFT, yaitu promosi. Promosi melalui Twitter dianggap efektif lantaran ekosistem NFT berkumpul di platform media sosial itu.